Menu
in ,

Digital Well-being, Cara Atasi Kecemasan Bermedia Sosial

Pajak.com, Jakarta – Teknologi telah memberikan kita beragam kemudahan, baik dalam urusan pekerjaan maupun bermedia sosial. Di sisi lain, ternyata aktivitas serbadigital bermedia sosial juga berpotensi menimbulkan banyak risiko, antara lain seseorang berpotensi mengalami FOMO (fear of missing out) atau rasa takut tertinggal sehingga terlalu tergantung dengan gadget, melakukan social comparison atau membandingkan diri sehingga berujung pada kecemasan atau stress. Maka dari itu, psikolog sekaligus penggiat media sosial Clara Moningka akan memperkenalkan tentang digital well-being, sebagai cara atasi maupun menghindari kecemasan, khususnya dalam bermedia sosial.

Secara harfiah, digital well-being adalah kesehatan digital. Clara menjelaskan, Istilah digital well-being barangkali kerap dihubungkan dengan tools atau alat yang membantu kita membatasi waktu online. Namun, sejatinya digital well-being adalah bagaimana individu bisa bahagia dengan aktivitas digital khususnya bermedia sosial.

Dalam psikologi, istilah well-being erat dikaitkan dengan psychological well-being atau sejahtera secara psikologis. Konsep ini dipopulerkan oleh psikolog asal Amerika Serikat Ryff C.D. Ia mendefinisikan psychological well-being sebagai kondisi di mana kita memiliki sikap positif terhadap diri, dapat mengatur tingkah laku, membuat keputusan, dapat mengatur lingkungan sesuai dengan kebutuhan, memiliki tujuan hidup, memaknai hidup, dan mengembangkan diri.

“Dalam hal ini penguasaan lingkungan dan hubungan positif dengan orang lain adalah bagian penting dalam membentuk digital well-being, di mana kita akan dapat merasa sejahtera bila dapat mengendalikan situasi, mengubah dan meningkatkan kualitas lingkungan sesuai kebutuhan kita. Di sisi lain kita juga tidak melupakan pentingnya relasi dengan orang lain secara langsung,” tambah Clara yang juga dosen psikologi Universitas Pembangunan Jaya.

Jadi, bagaimana kita bisa menerapkan konsep digital well-being? Berikut saran Clara:

  • Awareness. Sadari bahwa interaksi nyata atau langsung dalam kehidupan adalah hal yang penting, khususnya dengan orang terdekat seperti keluarga dan sahabat. Dekat dengan alam juga tidak kalah penting.
  • Self Control. Kita perlu memiliki kontrol diri untuk memantau dan membatasi penggunaan media sosial, salah satunya dengan mematikan nada dering notifikasi aplikasi tertentu. Bila sulit, kita bisa dibantu dengan aplikasi digital well-being tools perangkat gadget.
  • Intervension. Bagi kita yang bersekolah atau bekerja, kita bisa perhatikan keluhan yang terjadi pada diri sendiri ketika banyak melakukan screen time. Misalnya, mata lelah, tubuh pegal, dan lain sebagainya. Untuk itu, lakukan aktivitas self care, seperti melakukan hobi, menjalani sesuatu yang baru, atau berolahraga. Intinya, mengalihkan kesibukan agar tidak selalu beraktivitas digital.
  • Unfollow siapa pun yang tidak berkontribusi atau bermanfaat dalam hidup kita, terlebih yang kerap menimbulkan rasa iri yang bermuara pada rasa cemas.
  • Hapus media sosial yang jumlahnya beraneka ragam, khususnya yang tidak bermanfaat bagi hidup kita.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version