Menu
in ,

Bagaimana Dampak Krisis Energi Dunia pada Indonesia?

Pajak.com, Jakarta – Krisis energi melanda beberapa negara di dunia, seperti Inggris, Tiongkok, dan India, disana terjadi kelangkaan pasokan dan kenaikan harga gas, pemadaman listrik, hingga sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM), lantas bagaimana dampak dan ketahanan energi di Indonesia?

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto memastikan, ketahanan energi nasional masih dalam kondisi aman, bahkan Indonesia cenderung diuntungkan dengan kondisi krisis energi global ini. Ia mengatakan, Indonesia masih mengekspor batu bara sebesar 70 persen dari pasokan yang dimiliki, serta ekspor gas sebesar 38 persen dari pasokan nasional.

“Indeks ketahanan energi kita masih di angka 6,57, yang masih dalam kategori ‘tahan’, dari tingkat tertinggi ‘sangat tahan’ di angka 8. Setiap tahunnya indeks ketahanan energi terus meningkat,” kata Djoko dalam acara webinar bertajuk Krisis Energi Mulai Melanda Dunia, Bagaimana Strategi RI?, yang digelar Universitas Diponegoro, pada (10/10).

Djoko mengatakan, meski kondisi saat ini masih menguntungkan, Indonesia tetap harus mengantisipasi impor energi fosil khususnya minyak. Sebab jika tidak, maka bisa berisiko pada terganggunya subsidi BBM.

“Tentang impor minyak, meski agak terganggu misalnya Pertamina, kan, minta subsidi dan akhirnya jadi beban negara. Namun, dengan kondisi batu bara dan gas tinggi kita masih ekspor dan kondisinya jadi wind profit bagi negara,” kata Djoko.

Ia memastikan, cadangan minyak nasional saat ini mampu memenuhi kebutuhan domestik selama 20 hingga 25 hari, ditambah dengan gas dan batu bara yang justru di ekspor karena kebutuhan domestik yang terpenuhi.

Pemerintah saat ini juga sedang menyiapkan konsep infrastruktur dan pencadangan energi nasional yang kini masuk dalam tahap finalisasi. Upaya itu akan dipercepat untuk mengantisipasi jika Indonesia mengalami krisis energi di masa mendatang.

Krisis energi dunia yang melanda Inggris terlihat dampak dari naiknya tarif listrik serta sulitnya mendapatkan BBM untuk kendaraan. Lebih dari dua ribu pompa bensin di negeri itu kering. Krisis gas membuat warga terpaksa berebut BBM dengan industri yang juga kehabisan sumber pembangkit listrik.

Kemudian, di sana terjadi pula masalah distribusi pasokan yang mandek karena tidak ada supir yang mengendarai truk barang, sehingga rantai pasokan terganggu. Para supir yang kebanyakan imigran harus kembali ke negaranya karena masalah imigrasi dan pembatasan mobilitas di tengah COVID-19.

Di Tiongkok, krisis energi dapat dilihat dari aktivitas pabrik yang menyusut akibat pembatasan penggunaan listrik. Sebuah survei yang dirilis awal Oktober 2021 menyatakan bahwa output turun akibat perlambatan produksi di beberapa sektor industri. Salah satunya pabrik yang memproses logam dan produk minyak.

Krisis energi di negeri tirai bambu itu juga berkaitan dengan ambisi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2030. Presiden Tiongkok Xi Jinping berencana untuk mulai menghentikan operasional pembangkit batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan (EBT). Namun untuk mencapai target itu, dibutuhkan pembangunan 100 gigawatt pembangkit tenaga surya dan 50 gigawatt tenaga angin setiap tahun untuk menyeimbangkan kenaikan konsumsi sebesar 5 persen. Hal ini jauh dari pertumbuhan EBT tahunan di sana baru mencapai setengah dari target.

Sementara, krisis energi di India bisa ditengok dari aksi perusahaan utilitas yang serentak mengamankan pasokan batu bara setelah lonjakan permintaan listrik. Hal ini karena rekor harga global yang tinggi untuk permintaan listrik. Seperti diketahui, India adalah importir batu bara terbesar kedua di dunia dan itu memiliki cadangan terbesar keempat dunia.

Mengutip Reuters, setengah dari 135 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di negeri Bollywood ini hanya memiliki stok bahan bakar kurang dari tiga hari. Padahal, aturan pemerintah, pasokan setidaknya harus ada untuk dua minggu. Di sisi lain, konsumsi listrik negara-negara bagian yang fokus ke industri terus naik. Di Maharashtra, Gujarat dan Tamil Nadu misalnya, konsumsi tumbuh 13,9 hingga 21 persen dalam tiga bulan terakhir di tahun 2021.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version