Menu
in ,

Pemerintah Usul Tarif Pajak Minimum WP Badan

Pemerintah Usul Tarif Pajak Minimum WP Badan, Ini Kriterianya

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah berencana memberlakukan tarif pajak minimum atau alternative minimum tax (AMT) 1 persen tak hanya kepada Wajib Pajak (WP) yang mengalami kerugian, namun juga untuk WP badan tertentu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, setidaknya ada tiga kriteria WP yang dikenakan tarif pajak minimum.

Pertama, diterapkan terbatas hanya pada WP badan yang terbukti terdapat hubungan afiliasi. Kedua, pengenaan AMT berdasarkan omzet tertentu. Ketiga, beroperasi secara komersial dalam jangka waktu tertentu.

“Kita perlu untuk melihat AMT ini ditetapkan terbatas pada WP badan dengan kriteria tertentu. Hal ini tentu akan bisa mengakomodasi concern dari banyak masyarakat ataupun dunia usaha,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada (13/9).

Dengan demikian, eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjamin bahwa ketentuan AMT tidak akan ditujukan kepada WP yang secara alamiah mengalami kerugian tertentu. Apalagi kepada WP pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Jadi ini tujuan yang diinginkan dan agar tidak bersifat eksesif, sehingga tidak berarti kita memalaki walaupun rugi tetap harus bayar pajak. Kita akan mengakomodasi pandangan dari masyarakat atau dunia usaha bahwa seolah-olah yang rugi tetap dipajaki,” kata Sri Mulyani.

Seperti diketahui, rencana AMT itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR.

Usulan pemerintah berangkat dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mencatat, pada tahun 2019 WP badan yang melaporkan rugi menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2012, yakni dari 8 persen menjadi 11 persen. Di samping itu, WP badan yang melaporkan rugi selama lima tahun berturut-turut jumlahnya meningkat dari 5.199 WP (2012—2016) menjadi 9.494 WP (2015—2019). Kendati merugi, WP itu tetap dapat beroperasi atau mengembangkan usaha di Indonesia.

“WP ini yang lima tahun menyampaikan kerugian tetap beroperasi dan tetap mengembangkan usaha di Indonesia,” kata Sri Mulyani.

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar berpandangan, kebijakan tarif pajak minimum memang perlu diterapkan di Indonesia. Sebab di era globalisasi, banyak terjadi praktik penghindaran perpajakan terutama dari para korporasi multinasional. Misalnya, pada tahun 2016, pemerintah melaporkan sekitar 2.000 penanaman modal asing (PMA) tidak membayar pajak dalam sepuluh tahun terakhir. Alasannya, perusahaan terus merugi.

“Kan, aneh juga, 10 tahun rugi terus tapi kok tetap beroperasi? ini indikasi kuat akan adanya praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif,” kata Fajry.

Sejalan dengan rencana pemerintah, beberapa lembaga internasional banyak memberikan opsi untuk menangkal praktik penghindaran dan pengelakan pajak secara agresif, salah satunya dari IMF atau International Monetary Fund. IMF mengusulkan, dikenakan tarif 1 persen dari peredaran usaha. Menurut Fajry, tarif itu cocok diterapkan di Indonesia.

“Negara yang mengimplementasikan kebijakan ini juga sudah banyak, dari negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Belgia, sampai negara berkembang seperti India, Pakistan,” sebut peraih Magister Manajemen Universitas Trisakti ini.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version