Menu
in ,

Jenis-Jenis Koreksi Harga dalam Praktik “Transfer Pricing”

Jenis-Jenis Koreksi Harga dalam Praktik “Transfer Pricing”

FOTO: IST

Jenis-Jenis Koreksi Harga dalam Praktik “Transfer Pricing”

Pajak.comJakarta – Seiring berkembangnya ekonomi global, perusahaan multinasional sering kali menghadapi tantangan dalam menetapkan harga transfer yang adil dan sesuai dengan regulasi pajak internasional. Koreksi transfer pricing menjadi mekanisme penting untuk memastikan bahwa setiap transaksi mencerminkan nilai yang sebenarnya. Pajak.com akan membahas secara mendalam tentang jenis-jenis koreksi harga dalam praktik transfer pricing.

Dalam dunia bisnis yang saling terhubung, transfer pricing antarperusahaan sering kali menjadi topik panas. Bahkan, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menetapkan aturan-aturan yang mendetail mengenai transfer pricing, demi menciptakan standar global yang adil dan konsisten.

Aturan-aturan ini dirancang untuk mencegah pengalihan laba yang tidak wajar dan memastikan transaksi antarperusahaan afiliasi mencerminkan nilai yang sebenarnya. OECD menekankan pentingnya penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length/PKKU), yang mengharuskan harga transfer sebanding dengan harga yang akan dikenakan antara pihak independen dalam kondisi pasar yang sama.

Apa saja jenis-jenis koreksi “transfer pricing”?

Merujuk panduan transfer pricing yang dirilis OECD, terdapat tiga koreksi transfer pricing yaitu melalui penyesuaian primer (primary adjustment), sekunder (secondary adjustment), dan korespondensi (corresponding adjustment). Adapun koreksi harga transfer tersebut dilakukan oleh otoritas pajak, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau otoritas pajak di negara mitra. Bagaimana penjelasan mudahnya?

Bayangkan, Anda sedang berbelanja di pasar mencari buah yang segar dan terjangkau. Harga yang Anda bayar harus adil, bukan? Begitu pula dengan perusahaan yang ‘berbelanja’ layanan atau produk dari cabangnya di negara lain. Mereka harus menetapkan harga yang adil, yang disebut harga transfer. Namun, terkadang, harga ini perlu dikoreksi agar sesuai dengan aturan main pasar global. Berikut adalah tiga macam koreksi harga transfer dengan analogi sederhana.

Penyesuaian primer 

Seperti ketika Anda menemukan bahwa buah yang Anda beli ternyata terlalu mahal dibandingkan toko sebelah, perusahaan juga mungkin perlu menyesuaikan harga transfer mereka. Ini disebut penyesuaian primer, di mana harga disesuaikan agar sejajar dengan apa yang biasanya dibayar oleh perusahaan independen.

Jadi, primary adjustment merupakan langkah awal yang diambil oleh otoritas pajak untuk memastikan bahwa transaksi antara perusahaan yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan prinsip PKKU. Penyesuaian primer ini dilakukan ketika terdapat selisih antara harga transaksi afiliasi dengan harga yang dianggap wajar.

Otoritas pajak akan menyesuaikan nilai transaksi tersebut agar sesuai dengan harga pasar. Misalnya, jika sebuah perusahaan menjual barang ke afiliasinya dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, otoritas pajak dapat menaikkan harga jual tersebut dalam laporan keuangan perusahaan untuk mencerminkan harga yang seharusnya.

Penyesuaian ini tidak hanya memengaruhi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan tetapi juga dapat memicu koreksi sekunder, ketika perusahaan harus menyesuaikan posisi keuangannya seolah-olah transaksi PKKU telah terjadi sejak awal. Ini adalah langkah penting dalam proses transfer pricing yang membantu mencegah penghindaran pajak dan memastikan keadilan dalam pelaporan pajak.

Penyesuaian sekunder

Setelah mendapatkan pengembalian uang untuk buah yang terlalu mahal itu, Anda mungkin memutuskan untuk membelanjakannya kembali atau menabung. Ini mirip dengan penyesuaian sekunder, ketika perusahaan menyesuaikan catatan keuangannya untuk mencerminkan penyesuaian harga yang telah dilakukan.

Artinya, koreksi harga transfer sekunder merupakan langkah lanjutan yang diambil oleh otoritas pajak setelah primary adjustment. Proses ini bertujuan untuk menyesuaikan posisi keuangan perusahaan dengan realitas baru yang tercipta akibat penyesuaian primer.

Misalnya, jika sebuah perusahaan telah mengurangi pendapatannya melalui primary adjustment karena menjual barang ke afiliasinya dengan harga yang lebih rendah dari pasar, maka secondary adjustment akan memperlakukan selisih harga tersebut sebagai distribusi keuntungan yang tidak terdistribusi atau dividen.

Dengan demikian, secondary adjustment memastikan bahwa transaksi yang telah dikoreksi secara primer juga tecermin dalam laporan keuangan perusahaan dengan cara yang benar. Ini bisa berarti pengembalian kas atau aset yang sebelumnya dipindahkan, atau penyesuaian dalam catatan akuntansi perusahaan untuk menunjukkan distribusi keuntungan yang sesuai.

Regulasi terkait koreksi harga transfer sekunder di Indonesia telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 (PMK 22/2020), yang kemudian diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) dan ditegaskan kembali melalui PMK 172/2023. Dalam regulasi ini, selisih antara harga transfer yang diterapkan oleh perusahaan afiliasi dan harga yang dianggap wajar menurut prinsip PKKU, dianggap sebagai distribusi laba atau dividen tidak langsung dan akan dikenai pajak penghasilan (PPh).

Penyesuaian korespondensi

Bayangkan, sekarang toko buah sebelah juga menyesuaikan harganya agar Anda tidak merasa tertipu. Ini seperti penyesuaian korespondensi, saat otoritas pajak di negara lain membuat penyesuaian untuk menghindari Anda membayar pajak dua kali untuk buah yang sama.

Dengan kata lain, koreksi harga transfer corresponding adjustment adalah langkah yang diambil oleh otoritas pajak untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda yang mungkin timbul dari primary adjustment. Proses ini terjadi ketika dua yurisdiksi terlibat dalam transaksi transfer pricing dan salah satunya telah melakukan penyesuaian primer.

Untuk memastikan bahwa alokasi keuntungan antara kedua negara konsisten dan adil, negara yang tidak melakukan primary adjustment akan melakukan corresponding adjustment. Misalnya, jika otoritas pajak di negara A menemukan bahwa harga transfer antara perusahaan afiliasi terlalu rendah dan melakukan primary adjustment untuk meningkatkan pendapatan kena pajak perusahaan tersebut, negara B, di mana perusahaan afiliasi lainnya berada, akan melakukan corresponding adjustment.

Langkah ini dilakukan agar perusahaan di negara B tidak dikenakan pajak atas pendapatan yang sama yang telah dinaikkan di negara A. Corresponding adjustment memastikan bahwa perusahaan tidak dikenakan pajak dua kali atas pendapatan yang sama, yang merupakan prinsip dasar dalam perjanjian pajak internasional dan praktik transfer pricing yang adil.

Sementara itu, PMK 172/2023 memberikan interpretasi baru terhadap konsep corresponding adjustment, yang dikenal sebagai penyesuaian keterkaitan dalam konteks perpajakan Indonesia. Pasal 40 dari PMK tersebut secara spesifik mengatur mekanisme penyesuaian ini, yang merupakan respons terhadap penentuan harga transfer yang dilakukan oleh DJP atau otoritas pajak negara mitra untuk menghindari pengenaan pajak berganda.

Penyesuaian keterkaitan diinisiasi ketika DJP menentukan harga transfer yang berbeda dari yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam negeri, atau terdapat koreksi oleh otoritas pajak negara mitra terhadap subjek pajak luar negeri yang bertransaksi dengan Wajib Pajak dalam negeri, yang dapat mengakibatkan pengenaan pajak berganda. Proses penyesuaian ini dilakukan melalui berbagai metode, tergantung pada spesifikasi kasus yang dihadapi. PMK 172/2023 menyediakan kerangka kerja yang lebih jelas dan terstruktur untuk pelaksanaan penyesuaian keterkaitan, memastikan bahwa Wajib Pajak dapat mengikuti prosedur yang tepat untuk menghindari pengenaan pajak berganda dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version