Menu
in ,

Insentif Pajak Impor Alat Kesehatan Akan Dicabut

Insentif Pajak Impor Alat kesehatan

FOTO: DJBC

Pajak.com, Jakarta – Direktur Fasilitas Kepabeanan Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Untung Basuki mengungkapkan, insentif pajak impor alat kesehatan berpotensi besar akan dicabut pada akhir tahun 2022. Insentif ini merupakan bagian dari upaya penanganan COVID-19 yang melanda Indonesia. Rencana pencabutan insentif didasari oleh menurunnya kasus COVID-19 sekaligus mendorong industri alat kesehatan dalam negeri.

“Kemungkinan besar kita harapkan tidak ada lagi lonjakan kasus COVID-19, maka kemungkinan besar paling akhir adalah di akhir tahun 2022 fasilitas ini tentu akan dicabut,” jelas Untung dalam Media Briefing DJBC bertajuk Utilisasi Fasilitas Kepabeanan dan Cukai untuk Mendorong Ekspor Nasional, yang disiarkan secara virtual (2/6).

Seperti diketahui, fasilitas fiskal impor terdapat pada PMK 92/PMK.02/2021. PMK ini merupakan perubahan dari PMK 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan COVID 19. Kemudian, melalui PMK Nomor 226 Tahun 2021 fasilitas impor alat kesehatan diperpanjang hingga 30 Juni 2022. Secara umum isi PMK itu memberikan fasilitas dalam rangka penanganan COVID-19 berupa pengenaan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar nol persen dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima sumber daya manusia di bidang kesehatan. Fasilitas ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.

Dalam Pasal 8 PMK Nomor 226 Tahun 2021, barang yang dibebaskan PPh impornya adalah obat-obatan, vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Dalam hal ini pendukung vaksin yang dimaksud meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri berupa face shield, hazmat, sarung tangan, masker bedah, cold chain, generator set, tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun, dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.

“Jadi seperti oksigen, konsentrator, masker tapi kita batasi hanya yang N95. Ini masih berlaku sampai sekarang, karena PMK-nya masih berlaku dan sekarang sudah dalam taraf pengkajian atau evaluasi,” ujar Untung.

Ia menjelaskan, berdasarkan dari struktur grafik, diketahui bahwa fasilitas impor alat kesehatan diberikan mengikuti tren kasus COVID-19. Pada Maret 2020 hingga April 2020, fasilitas impor dimanfaatkan sangat besar, kemudian perlahan semakin kecil karena penurunan kasus COVID-19.

“Berikutnya ketemu grafiknya secara terus menerus turun gitu dan naik lagi ketika Delta (pertengahan Juli 2022). Nah, ketika Delta itu juga lonjakan fasilitasnya naik lagi, jadi kelihatan impor alat kesehatannya banyak kita butuhkan,” kata Untung.

Ia memastikan, setiap kebijakan pemberian fasilitas ditetapkan dengan kehati-hatian. Di sisi lain, pemerintah akan terus mendukung agar penawaran (supply) atau ketersediaan alat-alat kesehatan.

“Sebetulnya kita juga mendukung dalam upaya penanganan ini, mendukung industri dalam negeri. Kami berharap tidak hanya memberikan fasilitas terhadap impor alat kesehatan, tetapi juga bersama-sama dengan kementerian kesehatan dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Agar tidak perlu lagi melakukan impor tetapi dengan supply melalui dalam negeri,” jelas Untung.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version