Menu
in ,

Pertumbuhan Ekonomi Melambat, IHSG Turun Tipis

Pajak.com, Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) turun tipis sebesar 0,15 persen di level 6.581,785 setelah pengumuman pertumbuhan ekonomi yang melambat menjadi 3,5 persen pada kuartal III-2021. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 mencapai 7,07 persen.

“Perubahan (penurunan) turut terjadi pada kapitalisasi pasar bursa, yaitu 0,12 persen menjadi Rp 8.078,470 triliun dari Rp 8.087,955 triliun pada pekan sebelumnya. Data rata-rata frekuensi harian bursa juga mengalami kontraksi sebesar 6,72 persen menjadi 1.198.161 kali transaksi dari 1.284.477 kali transaksi.

Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bursa mencatatkan perubahan sebesar 16,63 persen menjadi Rp 11,18 triliun dari Rp 13,41 triliun pada pekan sebelumnya,” kata Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Aulia Noviana dalam keterangan resmi yang diterima Pajak.compada (6/11).

BEI juga mencatat, ada 301 saham mengalami penurunan, 206 saham naik, dan 164 saham stagnan. Terdapat delapan dari 11 sektor di BEI turun yang akhirnya memberatkan laju IHSG. Sektor yang turun paling dalam adalah energi 1,02 persen, properti dan real estate 1,01 persen, transportasi 0,42 persen, barang konsumen nonprimer 0,25 persen, perindustrian 0,17 persen, dan barang baku 0,16 persen.

Sedangkan sektor yang menguat adalah sektor infrastruktur 0,36 persen, sektor teknologi 0,36 persen, dan sektor kesehatan 0,18 persen. Namun di tengah pertumbuhan ekonomi melambat dan penurunan IHSG, investor asing mencatat net buy sebesar Rp 1,09 triliun di seluruh pasar.

Investor asing yang mencatat net buy terbesar, yakni pertama, pada saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) sebesar Rp 1,1 triliun. Saham ARTO ditutup turun tipis 0,16 persen ke level Rp 15.175 per saham. Total volume perdagangan saham ARTO mencapai 196,67 juta dengan total nilai transaksi Rp 3,1 triliun.

Kedua, ada saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang banyak dikoleksi asing sebesar Rp 156,9 miliar. Saham KLBF ditutup stagnan di level Rp 1.630 per saham. Total volume perdagangan saham KLBF mencapai 128,06 juta dengan total nilai transaksi Rp 209,0 miliar.

Ketiga, asing juga memburu saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 137,4 miliar. Saham BBCA ditutup menguat 1,02 persen ke Rp 7.450 per saham. Total volume perdagangan saham BBCA mencapai 48,67 juta dengan total nilai transaksi Rp 361,3 miliar.

Kepada Pajak.com, Kepala Investasi Mirae Asset Sekuritas Roger M.M, efek tapering yang dilakukan oleh The Fed bahkan tidak akan berdampak serius pada pasar modal Indonesia. Sebab pelaku pasar sudah price in atas rencana tapering.

“Pelaku pasar akan lebih mencermati kinerja kuartal III tahun 2021 dan data makro ekonomi. Lalu, window dressing akan menjadi faktor pemicu penguatan IHSG dalam beberapa pekan ke depan,” kata Roger.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menambahkan, kendati pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 melambat, purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2021 bertengger di level 57,2 atau naik dibanding bulan September yang berada di peringkat 52,2. Pencapaian level PMI manufaktur Indonesia ini tertinggi, bahkan melampaui PMI sejumlah negara manufaktur dunia, diantaranya India (55,9), Vietnam (52,1), Jepang (53,2), Rusia (51,6), Tiongkok (50,6), dan Korea Selatan (50,2).

“Memang kondisi makroekonomi sangat berpengaruh terhadap minat investor, penerapan pelonggaran PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) dan hasil positif penanggulangan Covid-19 di tanah air, vaksinasi pun menjadi faktor positif bagi IHSG untuk terus meningkat,” kata Nafan.

Mirae Asset Sekuritas memperkirakan, hingga akhir tahun 2021 IHSG masih bisa menuju ke 6.880. Ini artinya IHSG masih berpotensi naik 4,53 persen jika menggunakan patokan posisi di 6.581,78.

Selain itu, Mirae Asset Sekuritas memberikan pilihan sektor dan saham yang bisa dijadikan pertimbangan karena memiliki prospek yang cemerlang, diantaranya sektor perbankan dengan emiten pilihan BBCA, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).

Sekuritas mencatat, hingga September 2021, pertumbuhan kredit 1,2 persen secara bulanan dan naik 2,2 persen secara tahunan. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih besar membuat loan to deposit ratio (LDR) kurang dari 80 persen, hal ini pertama kali sejak Februari 2021.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version