Menu
in ,

Pelarangan Kripto di Tiongkok Tak Pengaruhi Investor

Pelarangan Kripto di Tiongkok, Tak Pengaruhi Investor Indonesia

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Chief Executive Officer (CEO) Indodax Oscar Darmawan memastikan, pelarangan penggunaan cryptocurrency oleh Bank Sentral Tiongkok (People’s Bank of China) tidak memengaruhi atensi dan minat investor Indonesia terhadap aset kripto. Indodax sebagai startup teknologi finansial dalam bidang aset kripto dan blockchain, akan terus melakukan edukasi kepada investor Indonesia agar memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang aset ini.

“Memang seharusnya investor kripto tidak perlu was-was. Pengumuman pelarangan penggunaan cryptocurrency oleh Bank Sentral Tiongkok ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara. Namun secara jangka panjang tidak akan berdampak. Saya beri contoh. Pada 1 Januari 2021, harga bitcoin menyentuh 29.576 dollar AS per koin atau setara 422 jutaan (rupiah). Coba lihat sekarang, harga bitcoin sudah menyentuh di angka 43.942 dollar AS per koin atau setara 626 jutaan (rupiah) dengan kurs dollar hari ini,” ungkap Oscar melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.compada (27/9).

Oscar mengingatkan, pernyataan People’s Bank of China mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru. Pada awal tahun 2021, negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping itu mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto. Kabar itu disusul dengan pernyataan seluruh industri keuangan negara Tiongkok yang kompak melarang segala perdagangan kripto pada Mei 2021, diantaranya dari asosiasi keuangan internet nasional, asosiasi perbankan, serta asosiasi pembayaran dan kliring Tiongkok.

“Pernyataan aturan dari People’s Bank of China tentang pelarangan transaksi kripto ini bukanlah hal baru, pernyataan kemarin hanyalah sekadar pengingat,” jelas Oscar.

Ia juga mengatakan, bahkan sejak tahun 2013, pemerintah Tiongkok sudah melarang bitcoin. Pada 2017, pemerintah Tiongkok juga pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian, di Juli 2018, People’s Bank of China mengatakan, ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan initial coin offering yang ditutup. Di tahun 2019, People’s Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web initial coin offering. 

Oscar mengakui, negara Tiongkok memang satu-satunya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun, sekali lagi, hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat masih banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur dibawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).

“Ekosistem Tiongkok dirancang tertutup, termasuk internet. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google. Mereka menciptakan layanannya sendiri. Namun keempat layanan tersebut toh tetap berjaya sampai saat ini. Soal kripto, nyatanya masih ada negara lainnya yang mendukung pertumbuhan kripto, seperti El Salvador yang baru baru ini melegalkan bitcoin sebagai alat pembayaran, Honduras dan Guatemala yang sedang melirik pelegalan bitcoin sebagai alat pembayaran,” sebutnya.

Bahkan, parlemen Ukraina telah mengesahkan rancangan undang-undang yang melegalkan dan mengatur aset kripto. Kemudian, JP Morgan dan Bank of America resmi mendukung kripto, Paypal pun sudah berekspansi ke Inggris Raya untuk menyediakan layanan jual beli kripto.

“Kami masih optimistis terhadap kripto dan bitcoin. Karena apa? Negara-negara lain termasuk, negara barat, mendukung inovasi ini,” kata Oscar.

Ia menilai, hal yang cukup unik mengenai transaksi aset kripto adalah selama ada jaringan internet, investor bisa menyimpan aset kriptonya sendiri. Tidak hanya secara daring, investor pun bisa menyimpan aset kripto secara luring di dalam USB flash drive. 

Dengan hal unik seperti ini, tentu menjadi hal yang cukup sulit apabila suatu pihak menghalangi individu untuk memiliki aset kripto,” tambahnya.

Praktisi dan inspirator investasi Ryan Filbert menambahkan, sebaiknya masyarakat untuk tidak tutup mata dengan aset kripto. Akan tetapi, tidak boleh pula sembrono. Jika ingin investasi ke aset kripto, masyarakat harus mempunyai bekal tiga aspek, yakni aspek legal, keuangan, dan teknologi. Dengan begitu, investor bisa membaca whitepaper dari aset kripto sebagai dasar untuk mengetahui cara kerjanya. Setelahnya, investor harus melakukan riset mengenai konsep teknologi blockchain.

“Aset kripto memang menjadi perdebatan karena banyak yang pro maupun kontra. Tapi kita sebaiknya, untuk mengetahui terlebih dahulu secara menyeluruh sebelum memutuskan untuk pro maupun kontra terhadap aset kripto,” kata Ryan dalam webinar bertajuk Wake Up Call: Building Neo Economy Society, pada (27/9).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version