Menu
in ,

Pahami “Self-healing” dari Rhenald Kasali

Pajak.com, Jakarta – Belakangan ini ungkapan self-healing semakin populer, khususnya di kalangan kawula muda. Self-healing seakan diartikan sebagai kegiatan untuk mengatasi perasaan depresi, gangguan mental, kelelahan, reward setelah bekerja keras, atau sebagainya. Namun, benarkah itu makna sesungguhnya? Pajak.com akan mengajak Anda memahami secara lebih komprehensif mengenai definisi self-healing hingga faktor penyebab fenomena ini terjadi. Pemahaman akan dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia sekaligus pendiri Rumah Perubahan Rhenald Kasali.

“Sebagai seorang pendidik saya sangat berkepentingan terhadap kesehatan mental kaum muda. Sebab jangan sampai ini menjadi healing bohong-bohongan, depresi bohong-bohongan,” ujarnya dalam channel YouTube pribadinya, Rhenald Kasali.

Menurut analisis Rhenald, ada empat faktor penyalahgunaan makna self-healing pada generasi muda saat ini.

  • Ada self-diagnostics

Tidak bisa dipungkiri, saat ini banyak anak muda merasa pintar dan mandiri dalam menafsirkan informasi. Hal itu karena mudahnya setiap orang mengakses informasi dari media sosial (medsos).

Sebagai contoh diagnosis mandiri yang berujung pada kesalahan tafsir dan merusak pola pikir generasi muda, yakni beredar curhatan mahasiswa di medsos bertuliskan,“ Gue anak 21, enggak nyangka ternyata kuliah seburuk itu terhadap mental health. Semester 1 kemarin gue udah dihujanin materi sama tugas yang bener-bener banyak. Akibatnya, gue untuk healing sama self-reward jadi kurang banget. Gue mau fokus healing selama 6 bulan ini. Tapi ortu enggak setuju. Takutnya, kalau dipaksain IPK malah anjlok. Mereka enggak aware soal mental health kayak gue,”

Artinya, Rhenald menilai, anak muda sangat terpengaruh oleh tren medsos, tanpa membaca lebih dalam literatur yang sebenarnya. Padahal, menurut literasi dan penelitian yang Rhenald kutip, healing adalah sebuah proses yang diperlukan untuk mengatasi sebuah luka (luka batin) psikologis di masa lalu yang membekas. Dengan demikian, self-healing adalah sebuah proses untuk penyembuhan luka batin yang mengganggu emosi diri sendiri. Penyembuhan luka batin masa lalu ini penting untuk menata masa depan. Sebab kalau dibiarkan, mereka tidak akan bisa bekerja atau berkarya.

Sementara, mengutip dari unair.ac.id (website resmi Universitas Airlangga), self-healing termasuk teknik yang dilakukan ketika terjadi gangguan psikologis. Penyembuhan luka batin ini bisa dilakukan dengan cara relaksasi pernapasan, meditasi, dan yoga. Emosi positif dari relaksasi membuat hormon endorfin atau hormon bahagia bekerja.

  • Lahirnya generasi baru “the strawberry generation” 

Menurut Rhenald, saat ini dunia menghadapi the strawberry generation, yakni generasi lunak seperti buah stroberi—generasi yang mudah rusak dan tidak kuat banting. Pengertian itu merupakan hasil pengamatan dari ilmuan dari Taiwan.

Rhenald menyarankan, generasi ini perlu diperhatikan oleh pendidik atau pengusaha dalam menyiapkan next generation. Jangan terlalu terburu-buru mengangkat kaum muda ke jabatan tinggi atau strategis hanya melihat pendidikan saja. Kekuatan mental dan kecakapan dalam berpikir adalah hal utama.

  • Narasi orangtua yang kurang sesuai

Pangkal masalah dari fenomena ini sebenarnya berasal dari mayoritas orangtua yang masih suka memanjakan anaknya; memberi label negatif tertentu yang akhirnya tertanam hingga anak dewasa; dan orangtua yang suka memuji anaknya paling hebat. Padahal, di luar sana, mereka akan menemui anak lainnya yang lebih hebat, cantik, dan berhasil.

Anak yang dididik dengan narasi yang kurang sesuai itu akan menjadi pribadi sombong, mendominasi, dan mudah tersinggung. Rhenald menyarankan, orangtua perlu mendidik anaknya menjadi lebih kuat. Jangan tidak menghukum anak bila berbuat salah dan biarkan anak berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara jujur serta adil.

  • Terlalu cepat ambil kesimpulan untuk lari dari kesulitan 

Rhenald menilai, banyak anak muda yang cepat mengambil kesimpulan untuk lari dari kesulitan. Akhirnya, healing digunakan sebagai pelarian. Padahal, anak muda harus paham, bahwa kemenangan orang hebat adalah ketika ia mampu memanajemeni hidupnya dengan baik—tangguh, pantang menyerah, serta kerja keras.

Contoh, ketika kuliah, mahasiswa memang sudah seharusnya mampu mengerjakan tugas, menyerap ilmu dari pelbagai dosen, beradaptasi dengan sistem kampus, bergaul, ikut organisasi, dan lainnya. Sebisa mungkin itu semua dijalani dengan seimbang dalam waktu yang bersamaan. Jangan sampai ketidakmampuan mengatur waktu, membuat lahirnya kesimpulan bahwa kita mengalami depresi. Hati-hati dalam membuat kesimpulan.

Nah, setelah menyimak penjelasan di atas, sekarang apakah kita benar-benar tetap membutuhkan self-healing?

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version