Menu
in ,

OJK: Waspadai “Downside Risks” Saat Pemulihan Ekonomi

Pajak.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, data ekonomi dan pasar keuangan masih menunjukkan indikator pemulihan ekonomi Indonesia hingga Mei 2021. Namun, ada beberapa faktor yang perlu diwaspadai untuk menjaga momentum pemulihan dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 4,5 hingga 5,3 persen.

“Beberapa downside risks masih perlu diwaspadai antara lain potensi kenaikan laju kasus harian karena varian baru di tengah kelangkaan stok vaksin, tekanan inflasi dari sisi penawaran, dan ekspektasi kenaikan suku bunga fed fund rate (FFR) yang lebih dini,” jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com

OJK mencatat, indikator pemulihan ekonomi Indonesia dapat dilihat dari kondisi pasar keuangan domestik yang tetap terjaga stabil.

Pertama, indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga 18 Juni 2021 tercatat ke level 6.007 atau menguat 1 persen sejalan dengan perkembangan pasar saham negara berkembang lainnya.

Kedua, pasar surat berharga negara (SBN) terpantau menguat dengan rata-rata imbal hasil (yield) SBN turun 12 bps (basis point) di seluruh tenor. Investor nonresiden juga mencatatkan net buy sebesar Rp 3,89 triliun di pasar saham dan Rp 21,09 triliun di pasar SBN.

Ketiga, OJK mencatat kredit perbankan pada Mei 2021 meningkat sebesar Rp 32,23 triliun, namun secara tahunan masih terkontraksi sebesar minus 1,23 persen dengan nilai kontraksi yang semakin kecil.

“Perbaikan ini meneruskan tren positif selama empat bulan ke belakang seiring berjalannya stimulus pemerintah, OJK, dan otoritas terkait lainnya,” jelas Wimboh.

Keempat, dana pihak ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,73 persen dibandingkan tahun lalu.

“Dari sisi suku bunga, transmisi kebijakan penurunan suku bunga telah diteruskan pada penurunan suku bunga kredit yang cukup kompetitif, khususnya untuk kredit korporasi,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia di New York 2010-2012 ini.

Namun, suku bunga modal kerja korporasi tercatat menurun dari 8,66 persen menjadi 8,52 persen dengan pengenaan premi risiko yang konsisten. Bahkan, sejumlah korporasi mendapatkan suku bunga kredit lebih rendah dibandingkan yield surat utang korporasi yang diterbitkan dalam durasi yang proporsional.

Kelima, sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada Mei 2021 sebesar Rp 12,5 triliun, dengan rincian asuransi jiwa sebesar Rp 7,8 triliun, asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp 4,7 triliun,

Keenam, fintech peer to peer lending pada periode yang sama mencatatkan pertumbuhan yang baik, dengan pembiayaan cukup signifikan sebesar 69,1 persen menjadi Rp 21,75 triliun dibandingkan tahun lalu. Ketujuh, piutang perusahaan pembiayaan masih berada di zona kontraksi dan mencatatkan pertumbuhan negatif 13,7 persen pada Mei 2021.

“Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2021 masih relatif terjaga dengan rasio nonperforming loan (NPL) gross tercatat sebesar 3,35 persen (NPL net 1,09 persen) dan rasio nonperforming financing (NPF) perusahaan pembiayaan Mei 2021 meningkat menjadi 4,0 persen dari 3,9 persen pada April 2021,” urai Wimboh.

Kedelapan, posisi devisa neto Mei 2021 sebesar 1,88 persen atau jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen. Kesembilan, likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit per Mei 2021 terpantau pada level 150,96 persen—di atas threshold sebesar 50 persen.

Kesepuluh, risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa naik hingga 651 persen dan asuransi umum tumbuh 336 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Hal serupa pun terjadi pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Gearing ratio merupakan batasan yang ditetapkan untuk mengukur kemampuan penjamin.

“OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap sektor jasa keuangan dan perekonomian guna menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional serta terus memperkuat sinergi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan,” jelas Wimboh.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version