Menu
in ,

Setelah Terintegrasi dengan NIK, Ini Format NPWP Baru

Pajak.com, Jakarta – Setelah resmi diluncurkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Dirjen Pajak Suryo Utomo, mari simak format dan ketentuan baru Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang telah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ketentuan ini berlaku mulai 14 Juli 2022.

Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022, format NPWP baru ada tiga. Pertama, untuk Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk yang menggunakan NIK. PMK mendefinisikan penduduk sebagai warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Kedua, bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak badan, dan Wajib Pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format enam belas digit. Ketiga, bagi Wajib Pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor menuturkan, sampai dengan tanggal 31 Desember 2023, NPWP format baru masih digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas, salah satunya untuk dapat login ke aplikasi pajak.go.id.

“Baru mulai 1 Januari 2024, di mana coretax sudah beroperasi, penggunaan NPWP format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh, baik seluruh layanan DJP maupun kepentingan administrasi pihak lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP,” jelas Neil dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (20/7).

Ia memastikan, bagi Wajib Pajak yang saat ini sudah memiliki NPWP atau Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk, NIK sudah langsung berfungsi sebagai NPWP format baru.

“Namun, ada kemungkinan NIK Wajib Pajak berstatus belum valid karena data Wajib Pajak belum padan dengan data kependudukan, misalnya alamat tempat tinggal yang berbeda dengan data kependudukan,” kata Neil.

Meski demikian, DJP akan melakukan klarifikasi bagi NIK yang statusnya belum valid melalui DJP Online, e-mail, Kring Pajak, dan/atau saluran lainnya.

“Bagi Wajib Pajak selain orang pribadi, tinggal menambahkan angka 0 di depan NPWP lama atau format 15 digit, sementara bagi Wajib Pajak cabang akan diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha oleh DJP,” jelas Neil.

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang saat ini belum memiliki NPWP, akan berlaku tiga ketentuan. Pertama, bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk, NIK-nya akan diaktivasi sebagai NPWP melalui permohonan pendaftaran oleh Wajib Pajak sendiri atau secara jabatan. Dan, tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit yang bisa digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.

Kedua, bagi Wajib Pajak badan, instansi pemerintah, dan orang pribadi selain penduduk diberikan NPWP dengan format 16 digit melalui permohonan pendaftaran oleh Wajib Pajak sendiri atau secara jabatan.

Ketiga, bagi Wajib Pajak cabang diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dan tetap diberikan NPWP format 15 digit yang bisa digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.

“Ketentuan teknis selengkapnya seperti bagaimana prosedur permohonan aktivasi NIK saat ini sedang dalam tahap penyusunan di internal DJP dan akan segera diterbitkan,” tambah Neil.

Wajib Pajak bisa mendapatkan informasi terbaru seputar perpajakan, termasuk salinan PMK-112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah di laman resmi DJP, yakni www.pajak.go.id.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo memastikan, integrasi NIK dan NPWP akan mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan setiap transaksi pelayanan pajak.

“Tujuannya untuk memudahkan, karena kadang orang suka lupa NPWP, tapi tidak lupa NIK. Mudah-mudahan NIK sebagai NPWP awal dari langkah sinergi data dan informasi yang terkumpul di K/L (kementerian/lembaga) dan pihak lain yang punya sistem administrasi serupa,” ungkap Suryo di acara Puncak Perayaan Hari Pajak, yang diselenggarakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta (19/7).

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang secara langsung melakukan login ke situs DJP Online untuk mengaktivasi NIK-nya sebagai pengganti NPWP, mengungkapkan apresiasinya atas upaya DJP memberikan layanan prima kepada Wajib Pajak. Kemudahan ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan dan rasio pajak Indonesia.

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama menegaskan, tidak semua pemilik NIK wajib membayar pajak. Terdapat ketentuan batasan penghasilan yang dapat dikenakan pajak, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan UU HPP, bila pemilik NIK yang berpenghasilan kurang dari Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, maka tidak akan dikenakan pajak. Masyarakat dengan penghasilan ini masuk kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sementara, ketentuan Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

  1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif Pajak Penghasilan/PPh final 5 persen.
  2. Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif PPh final 15 persen).
  3. Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif PPh final 25 persen).
  4. Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif PPh final 30 persen).
  5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif PPh final 35 persen).

“Perlu kami ingin menggarisbawahi bahwa tidak semua yang punya NIK nanti harus membayar pajak. Konteksnya adalah ini merupakan suatu kemudahan untuk (Wajib Pajak) orang pribadi di Indonesia. Kalau daftar NPWP, kalau sudah mulai punya gaji, punya apa, yang dikasih NIK-nya saja, enggak dibuatin NPWP seperti sekarang. Berarti ini kemudahan benar-benar enggak perlu lagi punya dua identitas,” jelas Hestu.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version