Menu
in ,

PPN Naik 11 Persen, PGN Sesuaikan Harga Gas Bumi

Pajak.com, Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), memastikan akan menaati ketentuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Untuk itu, mulai 1 April 2022, PGN akan mulai menyesuaikan harga gas bumi kepada pelanggan di sektor tertentu.

“Berdasarkan ketentuan dan sebagai bentuk kepatuhan PGN terhadap UU HPP. Maka tagihan yang diterbitkan sejak 1 April 2022, PGN akan menambahkan komponen PPN pada tagihan pemakaian gas bumi seluruh segmen pelanggan, termasuk terhadap pelanggan dengan harga gas bumi tertentu di bidang industri dan pembangkit listrik,” jelas Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PGN Fadjar Harianto Widodo dalam acara Sosialisasi UU HPP yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Tiga, dikutip Pajak.com (28/3).

Seperti diketahui, tarif PPN 11 persen menjangkau objek pajak baru, diantaranya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti gas bumi. Pemberlakuan ini mengakibatkan komoditas gas bumi menjadi jenis barang kena pajak (BKP) yang akan dikenakan PPN.

Dalam pelaksanaannya, prinsip penanggung beban PPN adalah pembeli, atau konsumen barang, atau penerima jasa berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU HPP.

“Dengan demikian, PPN atas transaksi pembelian gas bumi PGN dari hulu (pemasok) akan menjadi beban PGN sebagai pembeli, sedangkan PPN atas transaksi penjualan gas bumi PGN kepada pelanggan menjadi beban pelanggan,” ujar Fadjar.

PGN berharap, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga memberikan dukungan untuk implementasi UU HPP, khususnya pengenaan PPN 11 persen atas transaksi penjualan gas bumi kepada para pelanggan.

“Penerapan UU HPP diharapkan dapat sejalan pada fokus PGN dalam memperkuat dan dan memperluas penyaluran gas bumi ke berbagai segmen pelanggan. PGN ingin mengambil peran yang lebih besar di masa transisi energi dan membantu proses pemulihan ekonomi nasional,” kata Fadjar.

Dalam kesempatan yang sama, Fungsional Penyuluh Ahli Madya KPP Wajib Pajak Besar Tiga mengungkapkan, perubahan regulasi ini telah berdasarkan kajian c-efficiency, yang menyatakan kinerja PPN di Indonesia baru mencapai 63,58 persen.

“Artinya, Indonesia baru mengumpulkan 63,58 persen dari total PPN yang seharusnya dipungut, karena masih banyak barang dan jasa yang belum masuk ke dalam sistem atau dikecualikan PPN. Selain itu, juga disebabkan oleh masih banyaknya fasilitas PPN yang diberikan. Dengan asas netralitas, maka dipertimbangkanlah beberapa barang yang sebelumnya non-kena pajak menjadi barang kena pajak. Di dalam industri, agar semua mendapat perlakuan yang sama termasuk barang tambang,” jelas Djohan.

Ia juga mengungkapkan, barang tambang selama ini dikecualikan dari pengenaan PPN. Hal ini menimbulkan distorsi, karena pada umumnya barang tambang melalui proses lebih lanjut atau memiliki nilai tambah, salah satunya melalui pipa untuk disalurkan kepada pelanggan.

“Pada intinya perubahan mengenai objek PPN, mengatur kembali terkait yang dikecualikan termasuk gas. Gas dulu dikecualikan, pemerintah atur kembali menjadi objek PPN mulai 1 April 2022,” tambah Djohan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version