Menu
in ,

Pajak Karbon Dorong Ekonomi Hijau Rendah Karbon

Pajak Karbon Dorong Ekonomi

FOTO: Dok.Ekon.go.id

Pajak.com, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pajak karbon dorong ekonomi hijau rendah karbon dan merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (21/06).

Ia menambahkan, untuk mewujudkan ekonomi hijau, berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting untuk memenuhi financing gap yang cukup besar. Menurutnya, hal itu dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN, misalnya melalui green sukuk, tetapi juga dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim.

“Pemerintah juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program energi baru terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency,” tambahnya.

Lebih lanjut, Menko Airlangga mengatakan bahwa penerapan ekonomi hijau di Indonesia juga telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, adanya Taksonomi Hijau Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.

Pada kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal juga didorong untuk segera mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumen, khususnya terkait dengan investasi berkelanjutan. BEI secara khusus disiapkan untuk terlibat dalam transaksi perdagangan karbon untuk membiayai transisi pembangkit tenaga listrik batubara serta mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif,” ujarnya.

Menutup paparannya, Menko Airlangga menjelaskan bahwa pertukaran informasi dan pengalaman, serta peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi, menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi nilai ekonomi karbon yang lebih baik.

“Efektivitas berbagai kebijakan untuk pencapaian komitmen mengurangi emisi karbon membutuhkan dukungan semua pihak. Terutama juga para cendekia yang sangat ditunggu masukannya untuk memperbaiki kebijakan ataupun menyempurnakan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah,” pungkasnya.

Sebagai informasi, Indonesia berkomitmen untuk turut serta mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement telah terwujud dalam berbagai upaya dari segi regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan. Salah satu mekanisme pendanaan yang akan diterapkan di Indonesia pada bulan Juli tahun 2022 yakni pajak karbon melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik. Melalui skema tersebut, pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version