Menu
in ,

Aspidi: Teknis PPN Sembako Daging Premium Harus Jelas

Pajak.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri mengimbau kepada pemerintah untuk segera menjelaskan kepada importir ihwal teknis rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako daging premium. Jangan sampai aturan berkembang dan berdampak pada harga daging biasa atau industri lainnya.

“Kami importir belum mengetahui bagaimana pelaksanaan PPN bagi jenis daging premium itu, apakah ditentukan berdasarkan besaran harga atau ada aturan lain. Kalau melihat penjelasan pemerintah soal PPN daging premium, saya memandangnya sah-sah saja, asalkan pemerintah adil. Teknisnya seperti apa harus jelas dan hati-hati. Karena cepat atau lambat, siapa tahu, pengenaan PPN akan berlaku keseluruhan,” jelas Suhandri melalui pesan singkat, kepada Pajak.com, pada Sabtu (19/6).

Namun, ia memandang, pengenaan PPN daging premium harus ditelaah secara komprehensif, karena akan berdampak ke sektor industri lainnya, seperti hotel atau restoran. “Saat dikonsumsi masyarakat di hotel atau kafe sudah dikenai pajak. Jadi kesannya ada pajak berganda,” tambah Suhandri.

Ia mengungkapkan, untuk daging premium, seperti wagyu, tak akan berpengaruh besar pada penerimaan pajak nantinya. Pangsa pasar hanya sekitar 4 persen dari total kebutuhan daging impor.

“Jadi tidak besar sebenarnya kalau dilihat dari total kebutuhan daging sapi secara nasional. Konsumen daging premium ada di kalangan menengah atas. Misalnya, harga wagyu dipatok Rp 1,5 juta. Walaupun dikenakan PPN 10 persen saja, kenaikan harganya tidak akan signifikan. Makanya, pertumbuhannya tidak sebesar dibandingkan kualitas yang di bawahnya,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menegaskan, pemerintah hanya akan menghimpun PPN sembako (sembilan bahan pokok) premium. Untuk daging, antara lain wagyu dan kobe; beras, misalnya shirataki dan basmati.

“Ada wagyu, kobe, yang perkilonya bisa Rp 3 juta atau Rp 5 juta. Ada daging biasa yang dikonsumsi masyarakat sekilonya sekarang mungkin Rp 90 ribu. Ini, kan, bumi dan langit. Justru pajak itu mencoba untuk meng-address isu keadilan karena diversifikasi dari masyarakat kita sudah begitu sangat beragam,” kata Sri Mulyani.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2Humas DJP) Neilmaldrin Noor juga memastikan tidak akan mengenakan PPN untuk daging biasa.

“Barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional, tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako tersebut bersifat premium, sehingga dikenakan PPN. Barang atau jasa yang dikonsumsi masyarakat akan disesuaikan dengan ability to pay,”jelas Neil.

Seperti diketahui, rencana pengenaan PPN sembako tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Bila tak ada aral melintang, beleid ini akan segera dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena telah ditetapkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version