Menu
in ,

Pertamina: Indonesia Bisa Jadi Pusat Penyimpanan Emisi Karbon

Pertamina: Indonesia Bisa Jadi Pusat Penyimpanan Emisi Karbon

FOTO: IST

Pertamina: Indonesia Bisa Jadi Pusat Penyimpanan Emisi Karbon

Pajak.com, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yakin Indonesia bisa menjadi pusat penyimpanan emisi karbon (carbon storage) di regional lantaran memiliki potensi yang sangat besar.

“Dari sektor migas (minyak dan gas) tidak cukup hanya menurunkan emisi karbon dari produksi internal saja, tetapi juga harus melakukan carbon negative dengan carbon capture storage (CCS)/carbon capture, utilization, and storage (CCUS). Kita punya giant storage dan ini luar biasa karena Indonesia kalau menurut kajian awal itu potensinya lebih dari 400 giga ton CO2 storage. Ini bisa menjadi regional hub untuk CO2,” ungkap Nicke dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com (22/6).

Ia optimistis, pelaksanaan CCS/CCUS ini akan memberikan dampak besar bagi Pertamina maupun negara. Apalagi Indonesia akan segera meluncurkan bursa karbon pada September 2023 mendatang.

“Pertamina akan mengambil dua langkah kebijakan penting mengenai kehadiran CCS/CCUS, yaitu mempercepat mitigasi emisi karbon dari sektor yang sulit dikurangi dan secara progresif mengurangi intensitas karbon listrik dengan mengurangi emisi dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan mempercepat penyebaran energi terbarukan sesuai dengan kondisi nasional. Kami melihat teknologi CCS/CCUS dapat memainkan peran penting mengurangi intensitas karbon di sektor energi,” kata Nicke.

Pada kesempatan yang sama, President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menjelaskan, ada empat hal yang dibutuhkan dalam pengembangan CCS/CCUS, yakni infrastruktur, investasi, teknologi, dan regulasi.

“Dari sisi infrastruktur, bagaimana bisa menaikkan level kemurnian karbon dioksida di atas 98 persen supaya aman diinjeksikan ke perut bumi. Kemudian dari segi investasi, tentu infrastruktur berupa sumur dan pipa khusus untuk menghindari korosi membutuhkan dana yang besar, kata Oki.

Sementara dari sisi teknologi, Pertamina bersama dengan partner akan terus mengembangkan teknologi CCS/CCUS yang semakin canggih. Secara simultan harus memikirkan pula biaya keekonomian dari teknologi itu.

“Kita bisa simulasikan injeksi dari sumur itu ke bawah lagi, saline formation kita butuh perangkatnya, regulatory framework yang saat ini berjalan di pemerintah. Regulasi itu sedang berjalan,” ungkap Oki.

Kemudian, dari sisi regulasi, terdapat Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.

“Kebijakan ini sudah sudah sangat membantu untuk implementasi CCS di sektor minyak dan gas bumi. Namun saat ini ada beberapa hal lagi, di luar sektor itu,” tambah Oki.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, ada sejumlah kendala dalam mengimplementasikan CCS/CCU, diantaranya biaya, skema bisnis, dan perdagangan karbon.

“Pemerintah menilai pentingnya memerhatikan aspek teknis, keselamatan dan ekonomi dalam mengimplementasikan teknologi CCS/CCUS. Atas dasar itu Pemerintah Indonesia siap meningkatkan kerja sama dan kolaborasi dengan semua pihak yang berpengalaman, seperti Arab Saudi. Bagaimana mereka berbagi pengalaman, baik secara teknis dan skema pembiayaan proyek CCS/CCUS di lapangan migas di Indonesia. Pemetaan potensi kapasitas penyimpanan CO2, sementara pengembangan hub CCS/CCUS serta pembiayaan adalah tantangan lain,” ungkap Arifin

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version