Menu
in ,

KemenkopUKM Dorong Revisi UU Perkoperasian yang Ada

KemenkopUKM Dorong Revisi UU

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi mengungkapkan, KemenkopUKM terus mendorong dilakukannya revisi atas Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian hingga disahkan demi menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.

Menurutnya, UU Perkoperasian yang berlaku saat ini sudah berusia 30 tahun, dengan substansi yang cenderung obsolet (ketinggalan), sehingga perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.

“Seiring perubahan cepat dalam dunia usaha dan teknologi serta berbagai permasalahan yang terjadi maka diperlukan UU yang juga mampu mengakomodasi, menjawab perubahan tersebut, dan memperbaiki tata kelola perkoperasian. Dengan demikian, koperasi bisa bergerak lincah, modern, dipercaya, dan terutama memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dapat menurunkan citra koperasi di kalangan masyarakat,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, Senin (6/6).

Ia menambahkan, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya koperasi-koperasi bermasalah sehingga gambaran koperasi di masyarakat kurang baik. Permasalahan koperasi lainnya antara lain penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman on-line ilegal dan rentenir, penyimpangan penggunaan aset oleh pengurus, di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal. Dimana hal tersebut bertolak belakang dengan prinsip koperasi, bahwa koperasi dengan azas kebersamaan, kekeluargaan, demokrasi tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada anggotanya.

“Banyak koperasi yang dikelola tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi sehingga menimbulkan malpraktik yang merugikan anggota maupun masyarakat,” tambahnya.

Salah satu kendala yang banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini adalah mekanisme pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan oleh kreditur/anggota koperasi yang belum diatur dalam UU, sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit. Oleh karena itu, perlu penguatan dan pembaruan dalam draf RUU Perkoperasian yang akan disusun.

“Ada banyak hal yang akan diatur, salah satu yang ingin diperkuat adalah badan hukum koperasi, menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah, penguatan pengawasan internal, disertai sanksinya,” ujarnya.

Selain itu, pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus/pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi juga perlu menjadi perhatian serius. Hal tersebut dilakukan agar pengurus koperasi/pengelola bertanggung jawab dan taat azas terhadap semua aturan yang ada. Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur dalam RUU tersebut.

Tidak hanya itu saja, mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur pembatasan masa periode kepengurusan, serta menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi juga dirasa sangat penting.

“UU Perkoperasian yang akan disusun bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anggota, menghadirkan tata kelola koperasi yang baik dan akuntabel, serta memberikan efek jera terhadap pelanggaran ketentuan peraturan sebagaimana diatur di dalam UU Perkoperasian,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version