Menu
in ,

APBN 2022 Ekspansif dan Dukung Pemulihan Ekonomi

APBN 2022 Ekspansif dan Dukung Pemulihan Ekonomi

FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengemukakan, APBN Tahun 2022 masih bersifat ekspansif sekaligus didesain untuk melanjutkan dukungan pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural.

Suahasil menyebut, asumsi makro yang ditetapkan pada APBN 2022 adalah pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen; inflasi 3,0 persen; nilai tukar Rp 14.350 per dollar AS; tingkat suku bunga SUN 10 tahun sebesar 6,8 persen; harga minyak 63 dollar AS per barel; lifting minyak 703 ribu barel per hari; dan lifting gas sebesar 1.036 ribu barel setara minyak per hari.

“Dan dengan defisit di sekitar 4,85 persen dari PDB. Artinya, APBN 2022 masih akan tetap ekspansif dan memberikan dorongan. Dorongan akan tetap diberikan APBN untuk pemulihan ekonomi namun tentu kita berharap bersama-sama dengan adanya konsumsi masyarakat yang meningkat, investasi yang meningkat, net ekspor juga membaik,” jelas Suahasil pada acara Webinar Outlook Ekonomi Indonesia 2022, Senin (22/11).

Ia juga menjelaskan bahwa sasaran dan indikator pembangunan tahun 2022 adalah tingkat pengangguran pada kisaran 5,5 persen—6,3 persen; kemiskinan 8,5 persen—9 persen; gini ratio 0,376—0,378; indeks pembangunan manusia 73,41—73,46; nilai tukar petani 103—105; dan nilai tukar nelayan 105—106.

“Nah, untuk memastikan bahwa pemerintah tetap menjalankan APBN, kita membangun sinergi dengan keseluruhan yang menjaga sektor keuangan Indonesia, termasuk dalam konteks ini adalah komite stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia, LPS, OJK, dan pemerintah kita bahu-membahu, kita selalu mengamati stabilitas kondisi ekonomi yang terjadi,” lanjutnya.

Ia pun menekankan, upaya reformasi menuju Indonesia maju tidak hanya diarahkan kepada konteks jangka pendek, tetapi juga tetap melihat hal-hal yang penting bagi Indonesia untuk jangka panjang.

“Apa saja? Tentu reformasi fiskal kita harus dilanjutkan, dan salah satu reformasi fiskal adalah mengembalikan defisit ke bawah 3 persen dari PDB di tahun 2023, dan ini tentu sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2020. Salah satunya adalah kita pertajam terus belanja, kita pastikan belanja itu adalah sesuatu yang betul-betul diperlukan, dan pada saat bersamaan kita mendorong kapasitas fiskal melalui peningkatan pendapatan negara,” tegasnya.

Di samping itu, Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang telah ditetapkan juga diharapkannya akan menjadi basis perpajakan Indonesia yang baru. Begitu pula dengan Undang-undang Cipta Kerja, Suahasil berharap dapat memberikan lanskap ekonomi cara bekerja yang baru untuk perekonomian Indonesia.

Nantinya, kedua kebijakan ini semakin diperkuat dengan adanya RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang saat ini masih dibahas di DPR. Tentunya, UU itu diyakininya menjadi basis baru perimbangan keuangan pusat dan daerah.

“Ini adalah beberapa poin-poin besar dari reformasi yang terus kita pikirkan meskipun kita ada di dalam situasi pandemi. Kita tidak ingin menyia-nyiakan krisis, kita justru menggunakan momentum krisis untuk menaruh reformasi-reformasi baru, termasuk poin terakhir yang ingin saya sampaikan adalah kita juga terus merespons tantangan dan mitigasi atas tantangan perubahan iklim ke depannya,” katanya.

Menurutnya, Indonesia membutuhkan pembiayaan yang besar pada upaya transisi menuju ekonomi hijau. Namun, ia memastikan bahwa perubahan iklim ini harus dimitigasi, melalui net zero emission.

Net zero emission bukan merupakan suatu pilihan, termasuk dalam hal penggunaan energi baru dan terbarukan,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version