Menu
in ,

Pajak Karbon Akan Diterapkan Mulai 1 Juli 2022

Pajak.com, Jakarta – Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, saat ini DJP dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu tengah menyelesaikan pembahasan aturan turunan pajak karbon. Sebab rencananya, implementasi pajak karbon akan diterapkan mulai 1 Juli 2022. Target penerapan pajak karbon itu sejatinya sudah mundur dari 1 April 2022, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Sekilas mengulas, apa itu pajak karbon? Dalam Pasal 13 UU HPP, pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Berapa tarif pajak karbon? Berdasarkan UU HPP, pajak karbon ditetapkan Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

“Pajak karbon sudah disampaikan ada delay (penundaan) dan kami bekerja keras untuk menyelesaikan regulasi bersama BKF. Saat ini BKF, dalam hal ini Kementerian Keuangan, tengah menyesuaikan ketentuan pajak karbon dengan ketentuan mengenai nilai ekonomis carbon pricing dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Sehingga, regulasi turunan akan kami siapkan. Nanti tunggu saja,” ungkap Hestu dalam Media Briefing bertajuk Perkembangan Data Penerimaan Pajak Terkini dan Program Pengungkapan Sukarela, di Jakarta Selatan (27/5).

Aturan teknis pelaksanaan pajak karbon yang dimaksud, seperti tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Sementara, aturan teknis lainnya, seperti batas atas emisi untuk subsektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan tata cara penyelenggaraan nilai ekonomi karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, penundaan implementasi parjak karbon dari 1 April 2022 ke 1 Juli 2022 dikarenakan  pemerintah berusaha menyiapkan aturan yang komprehensif. Di sisi lain, pemerintah juga tengah fokus untuk menjaga daya beli masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran di awal April 2022 lalu.

“Pemerintah akan menerapkan pajak karbon saat regulasi dan kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon lebih siap. Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal sehingga pemerintah memutuskan penerapan pajak karbon pada 1 Juli 2022. Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dalam penyiapan implementasi pajak karbon ini,” ungkap Febrio.

Secara spesifik, agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dan nationally determined contributions (NDC) di KLHK dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

“Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Koordinasi akan terus kami jaga dan perkuat agar peraturan yang melengkapi satu sama lain dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim,” kata Febrio.

Ia juga menegaskan, tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

“Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Dalam implementasinya, pemerintah akan memerhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi,” ujar Febrio.

Pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memerhatikan prioritas, antara lain perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan, kerterjangkauan, serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

“Berbagai upaya dan komitmen yang diperbarui menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kita perlu mengoptimalisasi seluruh instrumen yang ada termasuk pendanaan APBN maupun swasta,” kata Febrio.

Di sisi kepentingan global, Indonesia merupakan salah satu negara anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menyatakan ikut berkomitmen menurunkan tingkat emisi sebanyak 29 persen hingga 41 persen pada tahun 2030. Komitmen itu dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contributions sesuai dengan Persetujuan Paris atau Paris Agreement. Terdapat lima sektor utama yang menjadi fokus penurunan emisi, yaitu limbah; energi dan transportasi; hutan dan lahan termasuk gambut; industri; serta pertanian.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version