Menu
in ,

NIK Resmi Berfungsi Sebagai NPWP

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dirjen Pajak Suryo Utomo memastikan, integrasi ini akan mempermudah Wajib Pajak dalam melakukan setiap transaksi pelayanan pajak. Penerapan NIK ini secara langsung diuji coba oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui situs DJP Online.

“Tujuannya untuk memudahkan, karena kadang orang suka lupa nomer NPWP, tapi tidak lupa NIK. Mudah-mudahan NIK sebagai NPWP awal dari langkah sinergi data dan informasi yang terkumpul di K/L (kementerian/lembaga) dan pihak lain yang punya sistem administrasi serupa. Dan, sebagai penanda Hari Pajak ini, kami mohon berkenan Ibu Menkeu Ibu Sri Mulyani untuk meluncurkan kemudahan yang coba kami lakukan di tahun 2022 ini,” ungkap Suryo di acara Puncak Perayaan Hari Pajak, yang diselenggarakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta (19/7).

Ia menyampaikan, proses integrasi data NIK dan NPWP ini membutuhkan waktu yang cukup panjang, sehingga DJP baru dapat meresmikannya. Hingga saat ini sudah ada 19 juta NIK yang sudah terintegrasi dan dapat digunakan.

“Baru 19 juta NIK yang kami dapat lakukan pemadanan dengan Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) dan masih banyak yang harus kami lakukan untuk pemadanan. Selama proses pemadanan data, DJP masih memberikan kesempatan untuk penggunaan NPWP sebagai basis transaksi pajak,” ungkap Suryo.

Di hadapan tamu undangan, Sri Mulyani secara langsung melakukan login ke situs DJP Online untuk memasukkan NIK-nya sebagai pengganti NPWP. Ia mengapresiasi upaya DJP memberikan layanan prima kepada Wajib Pajak, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan dan rasio pajak.

“Jadi kemudahan pelayanan tidak perlu hadir ke kantor pajak dan bisa melakukannya dengan elektronik. Terima kasih,” kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, DJP dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri telah melakukan adendum atas perjanjian kerja sama untuk mengintegrasikan NIK dan NPWP. Adendum ini diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 yang mewajibkan pencantuman NIK dan/atau NPWP dalam layanan publik. Dalam perpres itu, kegiatan pemadanan, pemutakhiran data kependudukan, serta basis perpajakan wajib dilaksanakan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Neilmaldrin Noor mengungkapkan, perjanjian kerja sama ini merupakan kelanjutan sinergi DJP dan Ditjen Dukcapil sejak 2013.

“Perjanjian bertujuan untuk memperkuat integrasi data antara DJP dan Ditjen Dukcapil, utamanya terkait NIK dan NPWP. Melalui adendum ini DJP dan Ditjen Dukcapil akan mengintegrasikan data kependudukan dengan basis data perpajakan. Ini meningkatkan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan, sekaligus mendukung kebijakan satu data Indonesia,” jelas Neil.

Integrasi NIK dan NPWP juga akan memperkuat upaya peningkatan kepatuhan dan pengawasan. Sebab, data kependudukan merupakan data sumber yang digunakan oleh banyak instansi, lembaga pemerintahan, maupun lembaga swasta. Misalnya, dalam membeli aset, NIK merupakan syarat administrasi yang harus dilampirkan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama menegaskan, tidak semua pemilik NIK wajib membayar pajak. Terdapat ketentuan batasan penghasilan yang dapat dikenakan pajak, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan UU HPP, bila pemilik NIK yang berpenghasilan kurang dari Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun, maka tidak akan dikenakan pajak. Masyarakat dengan penghasilan ini masuk kategori penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sementara, ketentuan penghasilan kena pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

  1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif Pajak Penghasilan/PPh final 5 persen.
  2. Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif PPh final 15 persen).
  3. Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif PPh final 25 persen).
  4. Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif PPh final 30 persen).
  5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif PPh final 35 persen).

“Perlu kami ingin menggarisbawahi bahwa tidak semua yang punya NIK nanti harus membayar pajak. Konteksnya adalah ini merupakan suatu kemudahan untuk (Wajib Pajak) orang pribadi di Indonesia. Kalau daftar NPWP, kalau sudah mulai punya gaji, punya apa, yang dikasih NIK-nya saja, enggak dibuatin NPWP seperti sekarang. Berarti ini kemudahan benar-benar enggak perlu lagi punya dua identitas,” jelas Hestu.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version