Menu
in ,

DPR: Harus Ada Sekolah yang Dikecualikan PPN 7 Persen

DPR, Harus Ada Sekolah yang Dikecualikan PPN 7 Persen

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah meminta agar pemerintah mengecualikan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar 7 persen untuk sekolah-sekolah yang menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Misalnya, sekolah negeri, jasa pendidikan swasta seperti sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU). Seperti diketahui, usulan pengenaan PPN 7 persen itu telah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dibahas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan DPR.

Menurut Said, sekolah negeri dan sekolah swasta yang menjalankan Sisdiknas punya andil besar dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ia berharap, PPN atas jasa pendidikan hanya dikenakan kepada sekolah bertaraf internasional yang umumnya memungut biaya ratusan juta per tahun. Sehingga, asas ability to pay dalam perpajakan Indonesia bisa dirasakan antara sekolah negeri dan sekolah swasta internasional.

“Mayoritas sekolah internasional tidak masuk dalam koridor undang-undang (UU) terkait Sisdiknas. Ini nanti tetap akan dibahas lewat Panja RUU KUP antara kami dan pemerintah,” kata Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU KUP ini.

Kendati demikian, pemerintah belum menyampaikan rencana itu ke DPR. Akan tetapi, besaran tarif 7 persen akan tercantum dalam aturan turunan UU KUP setelah disahkan, yakni peraturan pemerintah (PP). “Pemerintah harus berkonsultasi dengan DPR terkait rencana itu (PP),” tambah Said. Kebijakan PPN baru bisa diimplementasikan pada 2023. Dengan catatan, RUU KUP disahkan akhir tahun ini.

Sementara itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyebutkan, dalam jangka menengah pendek, belum saatnya pemerintah menjadikan jasa pendidikan sebagai objek PPN. Sebab, kualitas dan sistem pendidikan masih rendah.

Berdasarkan US News and  World Report 2021, Indonesia berada di peringkat 55 dari 73 negara di dunia dengan sistem pendidikan terbaik. Posisi Indonesia ini ada di bawah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura di peringkat 19, Malaysia nomor 38, serta Thailand 46. Untuk itu, Misbakhun meminta pemerintah tetap mengecualikan PPN jasa pendidikan. Sebab, penghasilan yang didapat dari universitas swasta pun digunakan untuk membiayai tenaga pendidik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas, memberikan ilmu, dan membangun koneksi internasional.

“Banyak negara yang jasa pendidikannya tidak kena PPN karena bagaimana pun juga, harus diingat Undang-Undang Dasar (UUD) kita memberikan amanat untuk mencerdaskan bangsa yang merupakan tanggung jawab seluruh pihak, tidak hanya pemerintah,” kata Misbakhun.

Sementara itu, menurut Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema, pemerintah harus memperjelas ruang lingkup jasa pendidikan, jika akan dipungut PPN.

“Jangan sampai salah sasaran, jangan sampai pendidikan yang harusnya nonprofit dikenakan pajak. Sebaiknya pemerintah membidik pajak dari penyedia jasa pendidikan yang memiliki badan hukum perseroan terbatas (PT) atau perseroan komanditer (CV) lantaran mereka berorientasi profit. Misalnya, kursus bahasa asing, platform belajar daring berbayar, bimbingan belajar yang bersifat profit, dan bisnis pendidikan dalam bentuk perusahaan terbatas,” kata Doni.

Sekali lagi, ia menekankan, pengenaan PPN 7 persen untuk jasa pendidikan, jangan sampai salah sasaran. “Bukan sekolah-sekolah yayasan swasta atau yang dikelola oleh perkumpulan yang sifatnya non-profit (pengenaan PPN 7 persen), tetapi yang bersifat profit. Ini adil,” tegasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version