Menu
in ,

Dirjen Pajak Proyeksi Penerimaan Pajak Semester II-2022

Dirjen pajak proyeksi penerimaan pajak

FOTO: P2humas DJP

Dirjen Pajak Proyeksi Penerimaan Pajak Semester II-2022

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak proyeksi penerimaan pajak pada semester II-2022 akan menurun dibandingkan dengan kinerja semester I-2022 yang tumbuh hingga 55,7 persen. Hal ini lantaran kondisi geopolitik Rusia-Ukraina yang telah memicu inflasi di sejumlah negara, bahkan Amerika Serikat telah mengalami resesi secara analisis teknikal saat ini.

“Di semester II-2022, penerimaan pajak masih konsisten sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, kami memperkirakan memang agak sedikit menurun, kekuatan pertumbuhan (pajaknya). Kita harus mewaspadai situasi ekonomi dunia, mungkin akan sedikit melemah kekuatan pertumbuhannya dibandingkan semester I-2022 yang ada low base effect, karena semester kemarin cukup tinggi base line-nya dengan peningkatan harga komoditas,” ungkap Suryo dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, (2/8).

Dengan begitu, ia pun memprediksi, ketidakpastian global yang masih menghantui perekonomian nasional pada semester II-2022. Karena sejatinya penerimaan pajak merupakan cerminan kondisi perekonomian.

“Namun, kami masih optimistis, faktor positif bisa membawa penerimaan mencapai target yang sudah ditetapkan. Jadi, meski kami realistis, kami tetap optimistis. Namun, sekali lagi kita harus tetap waspada dan terus melakukan perkiraan dari waktu ke waktu,” ujar Suryo.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, realisasi penerimaan pajak semester I-2022 sebesar Rp 868,3 triliun atau tumbuh tinggi dibandingkan dengan kinerja semester I-2021 yang mencapai Rp 531,77 triliun. Realisasi ini mengalami pertumbuhan 4,9 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” ungkap Suryo.

Ia merincikan, untuk total capaian penerimaan pajak semester I-2022 berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas Rp 519,6 triliun (69,4 persen target); Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 300,9 triliun (47,1 persen); PPh migas Rp 43,0 triliun (66,6 persen); Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 4,8 triliun (14,9 persen).

“Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19 persen, PPh 22 impor tumbuh 236,8 persen, PPh orang pribadi tumbuh 10,2 persen, PPh badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh final tumbuh 81,4 persen, PPN dalam negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN impor tumbuh 40,3 persen,” urai Suryo.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022, pemerintah merevisi target penerimaan pajak menjadi Rp 1.485 triliun atau tumbuh 16,1 persen dari target yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, target itu bisa tercapai.

Outlook (tahun 2022) akan melewati dari revisi target tersebut. Penerimaan pajak akan mencapai Rp 1.608,1 triliun, tumbuh di atas 25 persen atau tepatnya 25,8 persen sampai akhir tahun dibandingkan tahun lalu. Sebelumnya di tahun 2021, target penerimaan pajak juga telah mencapai target, dengan realisasi Rp 1.277,5 triliun atau setara 103,9 persen dari target penerimaan dalam APBN 2021,” ungkap Sri Mulyani.

Selain pajak, penerimaan kepabeanan dan cukai juga diperkirakan akan mencapai Rp 316,8 triliun atau setara 105,9 persen dari target yang sebesar Rp 299 triliun atau tumbuh 17,7 persen di 2022. Kemudian, dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemerintah memprediksi realisasi akan mencapai Rp 510,9 triliun atau mencapai 106,1 persen dari target yang sebesar Rp 481,6 triliun atau tumbuh 11,4 persen.

“Ini cerita kuat dari penerimaan negara, mencerminkan adanya windfall revenue dan gross yang bertahan. Namun, jangan sampai distorsi cerita inflasi dan resesi di negara maju mungkin akan memengaruhi harga komoditas, baik di semester II-2022 dan tahun depan. Ini kita jaga dalam kelola fiskal, harus dijaga kesehatannya,” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version