Menu
in ,

OJK Larang Lembaga Keuangan Fasilitasi Transaksi Kripto

Pajak.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang lembaga keuangan, seperti perbankan hingga perusahaan pembiayaan untuk memfasilitasi transaksi kripto. Meskipun memiliki potensi yang besar di Indonesia, OJK menilai kripto memiliki tingkat fluktuasi dan risiko yang tinggi. Saat ini jumlah pelanggan aset kripto melonjak menjadi 11,2 juta orang dengan nilai transaksi Rp 859 triliun per Desember 2021. Adapun transaksi hariannya mencapai Rp 2,7 triliun.

“OJK dengan tegas melarang lembaga jasa keuangan menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto. Alasannya, aset kripto merupakan jenis komoditi yang mempunyai tingkat fluktuasi tinggi. Nilainya dapat naik dan turun tanpa terduga. Masyarakat harus paham risikonya sebelum bertransaksi,” jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis yang dikutip Pajak.com, Rabu (26/1).

Selain itu, larangan itu dilakukan untuk memastikan penggunaan rekening bank tidak digunakan untuk kegiatan yang patut diduga mengandung unsur penipuan, kegiatan rentenir, perjudian, pencucian uang, investasi ilegal dan/atau yang mengandung skema ponzi.

Seperti diketahui, perdagangan aset kripto di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hingga saat ini Bappebti menetapkan 229 jenis aset kripto yang bisa ditransaksikan, termasuk bitcoin dan ethereum yang mempunyai kapitalisasi pasar terbesar di dunia. Sebanyak 229 jenis aset kripto itu hanya bisa diakses melalui 13 pedagang, yaitu:

  • PT Indodax Nasional Indonesia (Indodax)
  • PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto)
  • PT Zipmex Exchange Indonesia (Zipmex)
  • PT Indonesia Digital Exchange (Idex)
  • PT Pintu Kemana Saja (Pintu)
  • PT Luno Indonesia LTD (Luno)
  • PT Cipta Koin Digital (Koinku)
  • PT Tiga Inti Utama
  • PT Upbit Exchange Indonesia
  • PT Bursa Cripto Prima
  • PT Rekeningku Dotcom Indonesia
  • PT Triniti Investama Berkat
  • PT Plutonext Digital Aset

Tahun lalu, Bappebti juga menerbitkan peraturan baru terkait penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto yakni Peraturan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Bappebti M Syist mengatakan, regulasi itu memperbaharui tiga aturan sebelumnya yang terbit pada 2019. Melalui kebijakan ini lembaga menambah sejumlah kewajiban bagi pedagang aset kripto.

“Pedagang juga wajib melaporkan transaksi yang dirasa mencurigakan. Transaksi mencurigakan yang dimaksud yakni apabila aset kripto dijadikan sarana pencucian uang dan pendanaan teroris.Tidak hanya fasilitasi transaksi, tapi harus tahu kemana arah transaksinya agar bisa ditelusuri,” jelas Syist.

Penetapan terhadap jenis aset atau pedagang dilakukan dengan dua indikator, salah satunya pendekatan penilaian analisis hierarki proses. Bappebti memerhatikan aspek keamanan, profil tim dan anggota tim yang mengembangkan, tata kelola sistem blockchain, skalabilitas sistem blockchain, roadmap yang menjelaskan rencana pengembangan sistem blockchain yang dapat diverifikasi pencapaiannya dan nilai standar 6,5.

Untuk memperkuat ekosistem, pemerintah juga tengah melakukan proses pendirian bursa kripto yang rencananya diluncurkan pada kuartal I-2022. Dengan kehadiran bursa itu pemerintah dapat mengumpulkan pedagang dalam satu wadah sehingga dapat menjamin transaksi yang aman bagi masyarakat.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version