Menu
in ,

Kemenkominfo Ungkap 5 Modus Penipuan “On-line”

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus berupaya menjaga ruang digital tetap kondusif terutama dalam sektor keuangan. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Pangerapan mendorong masyarakat waspada dengan mengenali lima modus pelaku penipuan on-line serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan on-line yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (20/08).

Semuel menjelaskan, untuk modus penipuan pertama berupa phising. Modus ini biasanya dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, e-mail maupun pesan teks.

“Seolah-olah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita. Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya. Mereka menanyakan data-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian,” jelasnya.

Modus kedua adalah pharming handphone, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu dimana entri domain name system yang di-click korban akan tersimpan dalam bentuk cache.

“Hal tersebut dapat memudahkan pelaku untuk mengakses perangkat pelaku secara ilegal. Contohnya, pembuatan domain seolah-olah mirip dengan asal institusi dari yang aslinya. Pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengaksesnya secara ilegal. Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang WhatsApp-nya disadap/diambil alih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri,” imbuhnya.

Modus ketiga adalah sniffing. Dengan modus itu, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara ilegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Sniffing ini paling banyak terjadi bahayanya kalau kita menggunakan/mengakses Wifi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertransaksi. Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik, di situlah pelaku memanfaatkannya,” tuturnya.

Modus keempat, yakni money mule. Penipuan jenis ini biasanya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu. Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waspadai,” ujarnya.

Dan modus kelima adalah social engineering. Biasanya pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki. Setelah itu, pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya.

Semuel melanjutkan, penipuan on-line bisa berlangsung karena dinamika penggunaan ruang digital yang kian marak sehingga berpotensi untuk menimbulkan seseorang melakukan tindak kejahatan berupa penipuan.

“Bukan tanpa alasan, mengingat saat ini terdapat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia. Ini angka yang sangat besar, yang aktif di sosial media ada 170 juta jiwa atau 87 persen menggunakan aplikasi jejaring pesan WhatsApp, 85 persen mengakses Instagram dan Facebook, dengan rerata penggunaan 8 jam 52 menit sehari. Jadi, ini melebihi batas waktu masyarakat kita berkomunikasi di ruang digital sehingga dapat memicu seseorang melakukan tindak kejahatan penipuan dengan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version