Menu
in ,

Anggota G20 Rumuskan Solusi Tantangan Ekonomi Global

Pajak.com, Washington DC – Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara anggota G20 pekan ini telah melakukan pertemuan di Washington DC, AS untuk melanjutkan pembahasan beberapa isu ekonomi global. Pembahasan itu juga mencakup isu kesehatan, arsitektur keuangan internasional, dan keuangan berkelanjutan.

Menyikapi perang Rusia dan Ukraina, anggota G20 menyatakan keprihatinan mendalam tentang krisis kemanusiaan dan dampak ekonomi yang terjadi. Anggota G20 juga memandang bahwa perang dan tindakan yang menyertainya telah dan akan semakin menghambat proses pemulihan global. Negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan akan paling terpengaruh karena masih menghadapi tantangan lain yang belum selesai seperti akses vaksin yang terbatas, ruang fiskal yang sempit, dan kerentanan utang yang tinggi. Dampaknya, negara-negara di seluruh dunia harus turut membayar biaya tinggi dari perang ini.

Sri Mulyani mengungkapkan, anggota G20 menekankan peran krusial G20 sebagai forum kerja sama ekonomi internasional, untuk mengatasi tantangan ekonomi dunia yang kompleks.

“Para anggota juga mendukung langkah penyesuaian terhadap agenda yang tengah berjalan guna menanggulangi dampak ekonomi dari perang, sambil tetap menjaga komitmen untuk mencari solusi bagi tantangan global yang telah berlangsung lama agar dunia pulih kembali dengan kuat secara berkelanjutan, inklusif, dengan pertumbuhan yang seimbang,” tutur Sri Mulyani dalam keterangan tertulis Kamis (21/4/22).

Sri Mulyani juga menegaskan, Indonesia telah menerima dukungan penuh dari anggota untuk bekerja sama mengatasi tantangan global, sembari tetap mengusung agenda utama Presidensi Indonesia, “Recover Together, Recover Stronger”. Dengan semangat multilateralisme, para anggota dapat mencapai konsensus di pertemuan kedua FMCBG hari ini.

Menanggapi kondisi ekonomi global terkini, anggota G20 menyampaikan kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten. Kondisi ini akan mendorong beberapa bank sentral menaikkan kebijakan suku bunga mereka yang akhirnya akan mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan. G20 menyatakan pentingnya memenuhi komitmen pada pertemuan bulan Februari lalu mengenai strategi keluar yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan dan mengurangi potensi limpahan (spillover).

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, peran G20  semakin penting dengan membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. Setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, tetapi lebih luas terhadap proses pemulihan di negara lainnya.

“Dengan demikian,  proses normalisasi kebijakan yang kebijakan yang dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dilakukan secara well callibrated, well planned, dan well commmunicated oleh bank sentral menjadi semakin terfasilitasi terutama di kondisi saat ini,” kata Perry.

Anggota G20 juga menyatakan bahwa konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. Ini berpotensi melemahkan upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi global yang sudah ada sebelumnya, termasuk kesehatan, kesiapsiagaan dan respons pandemi, utang yang tinggi di negara-negara rentan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Perang juga mengakibatkan krisis kemanusiaan dan meningkatkan harga komoditas, terutama energi dan pangan.

Pada agenda kesehatan global, anggota G20 sepakat bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas. Anggota G20 mencatat peningkatan angka COVID-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, dan meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global.

G20 sepakat untuk mengatasi kesenjangan kesenjangan pembiayaan signifikan melalui pembentukan mekanisme keuangan baru yang didedikasikan untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan untuk kesiapsiagaan, pencegahan dan tindakan terhadap pandemi. Dana Perantara Keuangan (FIF) yang ditempatkan di World Bank adalah opsi paling efektif untuk mekanisme keuangan baru. Untuk memulai proses mendirikan FIF, Presidensi Indonesia perlu mengawal diskusi seputar isu tata kelola dan pengaturan operasional.

Sementara terkait agenda arsitektur keuangan internasional, anggota G20 menegaskan komitmennya untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan, terutama mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang. G20 juga menyambut baik pembentukan resilience and sustainability trust (RST) dan mendorong lebih lanjut pemenuhan ambisi global sebesar 100 miliar dollar AS dari kontribusi sukarela untuk negara-negara yang membutuhkan.

Adapun mengenai agenda keuangan berkelanjutan, anggota G20 kembali menegaskan bahwa keuangan berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh, dan inklusif serta pencapaian agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version