Menu
in ,

Wamenkeu: Insentif Pajak Tetap Diberikan di 2023

Insentif Pajak Tetap Diberikan di 2023

FOTO: KLI Kemenkeu

Wamenkeu: Insentif Pajak Tetap Diberikan di 2023

Pajak.com, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah akan terus berupaya mendukung pemulihan dunia usaha pada 2023. Maka dari itu, meski program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berakhir di tahun 2022, pemerintah pastikan insentif pajak tetap diberikan di 2023 kepada sektor usaha yang masih mengalami perlambatan akibat dampak pandemi.

“Kalau (sektor usahanya) memang masih berat, diberikan (insentif pajak) enggak apa-apa supaya bisa lebih cepat pulih. Bukan berarti sudah tidak ada PEN, insentif pajak langsung hilang. Sebelum ada PEN juga ada insentif pajak,” kata Sua, dikutip Pajak.com (29/12).

Selama pandemi, pemerintah telah memberikan berbagai insentif perpajakan, baik untuk mendorong produksi maupun sisi konsumsi. Untuk dunia usaha, insentif yang diberikan dalam bentuk pengurangan angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Insentif pajak ini bertujuan untuk melonggarkan cash flow perusahaan. Kemudian, demi mendorong sisi konsumsi, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk properti DTP, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil DTP.

“Pemberian berbagai insentif pajak telah memberikan multiplier effect yang kuat pada perekonomian sehingga pemulihan dapat berlanjut,” ujar Sua.

Ia mengungkapkan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah melakukan kajian mendalam mengenai kondisi perekonomian terkini dan proyeksi ke depan. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui sektor usaha yang telah pulih atau masih mengalami tekanan akibat pandemi. Pemerintah memastikan, pemberian insentif pajak dilakukan dengan adil dan menjunjung prinsip kehati-hatian.

Kemenkeu mencatat, realisasi pemberian insentif pajak tahun 2020 dalam program PEN sebesar Rp 56 triliun. Sementara, pada tahun 2021, realisasi insentif pajak mencapai Rp 68,32 triliun atau 112,6 persen dari pagu yang disediakan, yakni Rp 62,83 triliun. Kemudian, hingga 14 Desember 2022, realisasi insentif pajak tercatat sebesar Rp 16,7 triliun atau 85,76 persen dari pagu sebesar Rp 19,53 triliun.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengakui, pemerintah masih godok kebijakan pemberian dukungan bagi dunia usaha berupa insentif pajak di tahun 2023. Terlebih, pemerintah memproyeksi kondisi perekonomian nasional masih dipenuhi ketidakpastian akibat kondisi geopolitik antara Ukraina dan Rusia serta Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Taiwan.

“Kebijakan insentif 2023 masih terus dibahas pemerintah dengan memerhatikan situasi internal kita maupun geopolitik 2023. Karena di sini pajak tidak hanya menjalankan fungsi budgetair (menghimpun penerimaan), tetapi juga regulerend untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat, dunia usaha supaya tetap berjalan,” ujar Neil dalam acara Ngobrol Santai Bareng Media, di Kawasan Jakarta Selatan, dikutip Pajak.com(19/12).

Kendati demikian, ia menekankan, keputusan kebijakan insentif pajak bukan ditentukan oleh DJP, melainkan ditetapkan oleh BKF. Adapun DJP dilibatkan dalam proses menggodokkan kebijakan insentif pajak dengan tetap mengamati kondisi perekonomian nasional, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.

“Kami pasti bakal mempertimbangkan setiap aspek yang menjadi risiko bagi pertumbuhan ekonomi di tahun 2023. Kalau ada sektor yang tertekan karena kondisi geopolitik, insentif pajak masih dapat diberikan. Kita akan melihat sektor-sektor mana saja yang akan perlu atau butuh diberikan insentif. Tapi, pemberian insentif pajak juga harus dilakukan secara hati-hati karena pemerintah ingin kebijakan tersebut dilaksanakan secara terarah dan terukur,” ujar Neil.

Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet berharap, pemerintah masih memberikan insentif pajak di tahun 2023. Sebab masih ada beberapa sektor atau subsektor lapangan usaha yang masih dalam proses pemulihan, bahkan relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor lain. Seperti, sektor industri manufaktur, subsektor industri tekstil.

“Justru pemberian PPnBM mobil dan rumah opsional, meskipun insentif pajak ini berhasil membantu penjualan kendaraan maupun rumah di tahun ini dan tahun 2021, tapi tahun depan pemerintah juga melakukan konsolidasi fiskal. Maka, ada skala prioritas dari pemberian insentif pajak ini,” kata Yusuf kepada Pajak.com melalui pesan singkat.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version