Menu
in ,

DJP Pastikan Pemeriksaan Pajak Dilakukan Sesuai Perundang-Undangan

DJP Pastikan Pemeriksaan Pajak

FOTO: IST

DJP Pastikan Pemeriksaan Pajak Dilakukan Sesuai Perundang-Undangan

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pastikan, pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penegasan ini dilakukan usai viralnya pernyataan salah satu bakal calon presiden (bacapres) yang mengungkapkan bahwa pengusaha besar tidak mau mendukungnya karena akan mengalami pemeriksaan pajak.

“DJP dalam melakukan edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan senantiasa bersikap profesional serta menjunjung tinggi integritas berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan yang dilakukan tidak didasarkan pada alasan subjektif tertentu,” tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (20/9).

Ia menjelaskan, sebelum dilakukan pemeriksaan, DJP menyampaikan imbauan untuk memberikan kesempatan agar Wajib Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa dan menyetorkan kekurangan pajaknya ke kas negara.

“DJP melakukan pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi), dan/ataupengujian kepatuhan Wajib Pajak menggunakan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh DJP melalui sistem Compliance Risk Management (CRM). Demikian kami sampaikan, terima kasih atas penjelasannya kepada masyarakat,” ujar Dwi.

Apa itu pemeriksaan pajak?

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 Tahun 2013 s.t.d.d PMK Nomor 18 Tahun 2021, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional, berdasarkan suatu standar pemeriksaan.

Apa saja kriteria Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan?

Merujuk PMK Nomor 18 Tahun 2021, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bisa dilakukan dalam hal memenuhi beberapa kriteria. Pertama, Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 17B Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Kedua, ada data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak dibayar atau kurang dibayar.

Ketiga, Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan/Masa yang menyatakan lebih bayar. Keempat, Wajib Pajak yang sudah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Kelima, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan/Masa yang menyatakan rugi. Keenam, Wajib Pajak melaksanakan penggabungan, pemekaran, likuidasi, peleburan, pembubaran, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Ketujuh, Wajib Pajak melaksanakan perubahan tahun buku atau metode pembukuan. Kedelapan, Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan/Masa, atau menyampaikannya tetapi lewat dari jangka waktu yang sudah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilaksanakan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

Kesembilan, Wajib Pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilaksanakan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. Kesepuluh, Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melaksanakan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dan telah diberikan pengembalian pajak masukan, atau telah mengkreditkan pajak masukan sesuai dengan Pasal 9 ayat (6c) UU PPN.

Baca juga:

https://www.pajak.com/pajak/4-kriteria-wajib-pajak-yang-masuk-prioritas-pemeriksaan/.
https://www.pajak.com/pajak/urgensi-wajib-pajak-ajukan-tim-quality-assurance-pemeriksaan/.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version