Menu
in ,

Colliers: Kenaikan PPN Jadi Tantangan Bagi Sektor Properti

Colliers: Kenaikan PPN Jadi Tantangan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah telah mulai memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen sejak April 2022. Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mengungkapkan, kenaikan PPN itu akan menjadi tantangan ekstra bagi sektor properti. Apalagi, kenaikan PPN ini berlaku secara bersamaan dalam periode waktu yang cukup singkat dengan beberapa kenaikan lainnya seperti tarif dasar listrik dan BBM, sehingga dipastikan akan berdampak pada dunia usaha dan konsumsi masyarakat pada umumnya.

“Kenaikan PPN menjadi 11 persen mulai April lalu akan memengaruhi berbagai aspek pada pasar, terutama terhadap daya beli masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi yang lamban dan masih dalam proses untuk pulih, daya beli masyarakat belum sepenuhnya kembali,” kata Ferry dalam keterangan pers yang disampaikan kepada Pajak.com, Selasa (31/5).

Menurutnya, tahun 2021 sebetulnya merupakan periode yang cukup baik untuk pasar properti, terutama untuk sektor residensial. Sektor ini baru merasakan berkah pandemi melalui relaksasi PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Kata Ferry, insentif menarik ini dinilai menguntungkan dalam membangkitkan semangat pembelian properti di tengah kondisi yang tidak stabil.

Adapun saat ini PPN DTP diberikan sebesar 50 persen dari insentif PPN DTP tahun 2021 lalu. Insentif ini diberikan hingga September 2022 untuk pembelian rumah tapak dan unit hunian rusun. Ferry menyebut, insentif PPN DTP jadi pendorong penyerapan properti di sektor residensial di tengah kenaikan PPN itu.

“Kami tetap melihat pandangan yang positif untuk sektor residensial mengingat insentif PPN yang sedang berjalan. Jika hal ini bisa diperpanjang, pasar residensial akan melanjutkan momentum kenaikannya, terutama pada kelas bawah ke menengah,” imbuhnya.

Di sisi lain, kenaikan PPN juga menjadi beban tambahan bagi pemilik kios di dalam mal atau retailer. Ferry berpandangan, pengurangan jumlah pengunjung—terutama yang dikarenakan kebijakan pembatasan pergerakan manusia—di dalam mal telah menyebabkan penurunan okupansi. Lebih lanjut, kenaikan PPN akan menambah tekanan bagi pemilik dan retailer karena harga barang yang dijual akan dikenakan biaya tambahan.

“Penambahan PPN tersebut akan tercermin pada harga barang, dan menjadi beban tambahan baik bagi pemilik maupun penyewa karena transaksi antara pihak-pihak tersebut juga akan dikenakan PPN,” ujarnya.

Ferry mengingatkan, terdapat korelasi kuat antara pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan properti.

“Keputusan untuk membeli atau berinvestasi pada properti kemungkinan akan tertunda dalam waktu dekat karena melemahnya daya beli dan lesunya momentum investasi di kalangan investor properti. Bagi pembeli tipe investor, ekspektasi atas potensi imbal hasil properti merupakan pertimbangan utama saat membeli properti,” imbuhnya.

Selain faktor kenaikan PPN, Ferry juga membeberkan faktor eksternal lain yang dapat menjadi tantangan bagi pertumbuhan sektor properti; salah satunya adalah inflasi yang melonjak. Jika inflasi naik, kemungkinan besar suku bunga juga akan menyesuaikan, sehingga akan menambah tekanan pada industri properti.

“Secara umum, dampak di semua sektor, baik perumahan, perkantoran, ritel, maupun industri, semua terlihat sama. Namun, siklusnya agak berbeda untuk setiap sektor. Satu sektor mungkin telah melewati bagian terendah dalam siklus, sementara yang lain masih membutuhkan waktu untuk pulih atau bangkit,” ucapnya.

Ferry mengungkapkan, bisnis properti adalah tentang siklus. Dengan sebagian besar sektor telah mencapai titik terendah, maka diharapkan dapat mencapai posisi yang lebih positif. Pada sektor perkantoran, Colliers melihat masih adanya perlambatan, sehingga ada kemungkinan tahun ini posisi ‘jam’ masih berada pada angka enam dan membutuhkan waktu pemulihan yang sedikit lebih lama dibandingkan jenis properti lainnya.

Sementara untuk industri perhotelan, Ferry menyebut telah menunjukkan peningkatan bertahap, terutama pada tingkat hunian, meski masih menghadapi sejumlah tantangan ke depan. Sejalan dengan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 di tengah kondisi dan polemik saat ini, Ferry memproyeksikan  bisnis properti tetap akan memiliki daya tarik lebih selama dua atau tiga tahun ke depan karena didukung oleh penguatan ekonomi.

“Jika kita melihat pasar properti, kita tidak hanya melihat faktor eksternal, seperti faktor ekonomi yang mencakup kenaikan biaya seperti yang kita hadapi saat ini, tetapi juga faktor internal dari sisi penawaran. Sektor dengan kondisi kelebihan pasokan saat ini melihat kebijakan tersebut sebagai tantangan tambahan. Namun, secara keseluruhan kami memperkirakan bisnis properti akan memiliki daya tarik lebih selama dua atau tiga tahun ke depan karena didukung oleh penguatan ekonomi,” jelasnya.

Ferry pun optimistis sektor properti pasar properti akan tetap stabil meski masih menghadapi tantangan. Ia berpendapat, kebijakan yang menambah beban pemulihan mungkin dapat ditinjau kembali ke depannya, terutama ketika situasi ekonomi menjadi lebih menantang.

“Saat ini yang terpenting adalah menyesuaikan dengan kemampuan, selera dan kebutuhan pasar yang ada. Mungkin kaitannya tidak hanya dengan produk saja, melainkan bisa juga dalam hal pembayaran, atau dengan penawaran lain yang dapat diberikan ke pasar. Melihat kondisi pasar saat ini, hal penting lainnya adalah tidak terlalu fokus pada perolehan margin yang besar, melainkan lebih memerhatikan penyerapan produk yang sudah ada,” tutupnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version