Menu
in ,

Ini Tarif Baru Pungutan Ekspor CPO

Tarif baru pungutan ekspor CPO

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah resmi menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit. Batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga crude palm oil (CPO) 670 dollar AS/MT (metrik ton) menjadi 750 dollar AS/MT. Hal itu ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Pengenaan tarif baru mulai berlaku pada 2 Juli 2021.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Aburrachman menjelaskan, besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk CPO dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi kementerian perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif, yaitu tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

“Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan 750 dollar AS/MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar 55 dollar AS/MT. Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar 50 dollar AS/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar 20 dollar AS/MT untuk produk crude, dan 16 dollar AS/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai 1.000 dollar AS. Apabila harga CPO di atas 1.000 dollar AS, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk,” jelas Eddy, melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, pada (29/6).

Secara rinci, ia mengatakan, kewajiban eksportir produk kelapa sawit, yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara ad valorem saat ini mencapai maksimal 36,4 persen dari harga CPO. Dengan perubahan tarif sesuai PMK 76/2021, kewajiban eksportir secara ad valorem turun menjadi maksimal di bawah 30 persen dari harga CPO. Ad valorem adalah tarif yang dihitung berdasarkan persentase dari nilai/harga jual barang atau jasa.

“Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel,” jelas Eddy.

Sebagai informasi, penyesuaian tarif pungutan ekspor itu merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah BPDPKS, yang diketuai menteri koordinator bidang perekonomian dengan anggota menteri pertanian, menteri keuangan, menteri perindustrian, menteri perdagangan, menteri energi dan sumber daya mineral, menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan menteri perencanaan pembangunan nasional.

Eddy menekankan, dengan kebijakan baru ini pemerintah berharap dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Sebab, menurutnya, penerapan pungutan ekspor di tahun 2020 dan tahun 2021 terbukti tidak menyebabkan penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani.

“Harga TBS di tingkat petani mengikuti kenaikan harga CPO, di mana pada bulan Januari-Mei 2021, rata-rata harga TBS di tingkat petani adalah di atas Rp 2.000/kilogram. Selain itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hektare lahan per tahun, dengan alokasi dana untuk tiap hektare lahan yang ditetapkan sebesar Rp 30.000.000 hektare,” kata Eddy.

Di samping itu, pemerintah akan berupaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM), melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit, serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum. Selama ini pemerintah telah menjalankan program program pengembangan yang sesuai good agricultural practice (GAP) dan menunjang keberlanjutan usaha (sustainability).

“Penyesuaian tarif pungutan ekspor juga tetap memperhatikan dukungan terhadap keberlanjutan layanan BPDPKS, khususnya dalam peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan program pengembangan SDM, penelitian, dan pengembangan, peremajaan sawit rakyat, sarana dan prasarana, promosi, dan insentif biodiesel. Semua ini dilakukan dengan tetap menjaga akuntabilitas serta tranparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit,” jelasnya.

Eddy berharap, semua pihak dapat terus mendukung kebijakan pemerintah, karena semua bertujuan untuk sustainability kelapa sawit dan kesejahteraan petani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version