Menu
in ,

Carbon Tax, Kendaraan Kena Pajak Emisi Mulai 2022

Carbon Tax, Kendaraan Kena Pajak Emisi Mulai 2022

FOTO: IST

Pemerintah resmi memberlakukan carbon tax pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan emisi kendaraan pada 16 Oktober 2021. Kebijakan ini tertuang pada PP No. 74 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Peraturan ini juga merevisi jenis-jenis kendaraan kena PPnBM berdasarkan keputusan sebelumnya, yaitu PP No. 41 Tahun 2021 dan PP No. 22 Tahun 2021 tentang pengenaan PPnBM pada kendaraan bermotor berdasarkan roda penggerak, mesin, dan bentuk bodi. Selain itu, kebijakan ini mengatur tentang pengenaan pajak turunan dari PPnBM pada jenis kendaraan ramah lingkungan yang terdiri dari electric vehicle (EV), fuel cell electric vehicle (FCEV), hingga plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).

Sebelum Indonesia telah banyak negara yang menerapkan carbon tax, terutama negara-negara Uni Eropa. Sebanyak 24 negara Uni Eropa telah sukses menerapkan pajak kendaraan berdasarkan konsumsi bahan bakar dan emisi yang dihasilkan. Untuk mencapai target penurunan emisi karbon sebesar kurang lebih 400 juta ton pada tahun 2030, dibutuhkan keseriusan berbagai pihak untuk fokus mengembangkan kendaraan ramah lingkungan dan supremasi hukum yang mengacu pada PP No. 74 Tahun 2021.

Klasifikasi tarif pajak berdasarkan kapasitas mesin dan tingkat efisiensi akan mendorong produsen untuk menggenjot produksi kendaraan berbasis listrik pada jangka pendek dan panjang. Melalui kebijakan ini, tarif pajak dibagi menjadi beberapa golongan. Kendaraan bermesin yang memiliki kapasitas mesin kurang dari 3.000 cc akan dikenakan tarif PPnBM sebesar 15%.

Namun, jika tingkat efisiensi bahan bakarnya lebih dari 15,5 kilometer per liter atau menghasilkan emisi karbondioksida lebih dari 150 gram per kilometer, tarif pajaknya akan meningkat sebesar 10% dari PPnBM sebelumnya.

Apabila kendaraan bermotor hanya memiliki tingkat efisiensi bahan bakar sebesar 9,3-11,5 kilometer per liter atau menghasilkan emisi karbondioksida sebanyak 200-250 gram per liter, maka tarif pajaknya berada di 25%.

Sementara kendaraan yang memiliki efisiensi bahan bakar kurang dari 9,3 kilometer per liter atau menghasilkan emisi di atas 250 gram per liter dikenakan tarif PPnBM sebesar 40%. Bagi kendaraan yang memiliki mesin berkapasitas 3.000-4.000 cc dikenakan tarif pajak mulai dari 40% hingga 70%.

Lain halnya dengan mobil listrik yang tarif pajaknya dipatok dari 0% sampai dengan 15%. Mobil listrik murni dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) dikenakan pajak sebesar 15% dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 0%.

Sedangkan kendaraan berjenis Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dikenakan tarif pajak 15% dan DPP sebesar 33,33% dengan ketentuan yaitu kapasitas mesin harus kurang dari 3.000 cc dan emisi yang dihasilkan tidak lebih dari 100 gram per kilometer. Bagi mobil hybrid dengan kapasitas mesin maksimal 3.000 cc dan emisi sebesar 100-125 gram per kilometer dikenakan pajak 15% dan DPP 46,66%.

Dengan diberlakukannya kebijakan carbon tax ini, dapat dipastikan pengenaan tarif PPnBM lebih adil karena tarif pajak tidak hanya melihat jenis kendaraan, melainkan emisi yang dihasilkan. Selain itu, konsumen akan memiliki lebih banyak opsi sesuai preferensi dan bujet, karena pengenaan pajak yang lebih adil terhadap semua jenis kendaraan.

Namun, kebijakan ini memunculkan potensi perubahan harga kendaraan karena kebijakan ini bersifat memaksa kepada seluruh stakeholder melalui kebijakan fiskal demi menyelenggarakan ekosistem rendah polusi serta mencapai target penurunan emisi. Bentuk koersi kepada pabrik mobil adalah dengan memaksa produsen untuk mengganti bahan bakar fosil menjadi energi listrik dan terbarukan agar mendapat tarif pajak yang lebih rendah.

Selain itu, dikhawatirkan konsumen akan terkejut atas kenaikan harga yang cukup signifikan, sehingga minat beli pun menurun. Untuk mengatasinya, lebih baik kebijakan ini diterapkan secara gradual dan melalui sosialisasi berbagai lapisan masyarakat.

 

* Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Indonesia, Fakultas: Ekonomi dan Bisnis, Jurusan: Ilmu Ekonomi, Angkatan: 2020

* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini Sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version