Menu
in ,

Investasi Pabrik Metanol Akan Serap 5 Miliar Dollar AS

Investasi Pabrik Metanol Akan Serap 5 Miliar Dollar AS

FOTO: Dok Kemenperin

Pajak.com, Jakarta – Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, bahan baku metanol sangat dibutuhkan oleh pelaku industri hilir di Indonesia seperti industri tekstil, plastik, resin sintetis, dan farmasi. Selain itu, metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor, serta sebagai salah satu bahan baku pembuatan biodiesel di industri minyak dan gas (migas).

Permintaan metanol di industri migas kian meningkat seiring implementasi Program Mandatori B30 yang diluncurkan Presiden RI Joko Widodo pada 23 Desember 2019. Kebutuhan metanol di dalam negeri saat ini telah mencapai dua juta metrik ton per tahun. Sementara, satu-satunya produsen metanol di Indonesia yakni Kaltim Methanol Industri (KMI) milik Sojitz Corporation yang berada di Bontang, Kalimantan Timur.

Perusahaan itu memproduksi metanol sebanyak 660 ribu metrik ton per tahun. Hal ini disampaikan Agus saat bertemu dan membahas pengembangan industri metanol di Indonesia dengan President and CEO Sojitz Corporation Fujimoto Masayoshi, dalam kunjungan kerjanya ke Tokyo, Jepang, beberapa waktu lalu.

“Dengan kebutuhan metanol di dalam negeri yang mencapai sekitar dua juta ton, investasi pembangunan pabrik metanol baru amat dibutuhkan,” jelas Agus melalui rilis pers yang diterima Pajak.comSabtu (13/3).

Untuk itu, Kementerian Perindustrian RI mendukung pengembangan industri metanol di Indonesia seperti yang akan dilakukan oleh Sojitz Corporation. Perusahaan asal Jepang ini menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi membangun pabrik metanol kedua di Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat. Investasi ini diproyeksikan akan menyerap sekitar 5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 72 triliun.

Agus menyampaikan, proyek Bintuni masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga Sojitz Corporation akan memperoleh kemudahan serta berbagai insentif dari pemerintah.

“Proyek petrokimia di Teluk Bintuni akan menjadi yang terbesar dengan luas sekitar 2.000 hektare. Kami akan membahasnya lebih lanjut pada kunjungan selanjutnya di bulan Mei mendatang,” imbuhnya.

Kawasan industri Bintuni dikembangkan secara multiyears dengan menggunakan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha). Pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut ditargetkan dilaksanakan tahun ini, dan dilanjutkan dengan pembangunan pabrik-pabrik pada 2022, sehingga pelaku usaha bisa mulai berproduksi pada 2024.

Pada kesempatan yang sama Agus juga mengajak Sojitz untuk berinvestasi pada industri soda ash sebagai hilirisasi amonia, disamping sebagai pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) pada pembakaran batu bara yang akan dikembangkan Sojitz.

“Pemerintah akan memberikan insentif tertentu bagi industri pioner seperti soda ash,” janji Agus.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version