Menu
in ,

Hak Mendahulu Atas Hutang Pajak, Apa itu?

Hak Mendahulu Atas Hutang Pajak

FOTO: IST

Hak Mendahulu Atas Hutang Pajak, Apa itu?

Hak Mendahulu Atas Hutang Pajak, Apa itu? Penagihan utang pajak di negeri ini dapat dilakukan melalui berbagai cara dan melalui proses yang panjang. Bukan menjadi suatu keanehan, sebab pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar dalam anggaran negara untuk membiayai belanja dan pengeluaran negara. Sehingga secara tak langsung, pajak digunakan untuk menjaga kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Atas kewajiban pajak dari para Wajib Pajak atau penanggung pajak yang telah menjadi hutang, negara memiliki kewenangan untuk menagih utang pajak yang tidak dilunasi oleh penanggung pajak baik secara persuasif ataupun represif sesuai dengan pasal 23A UUD 1945. Nah penyebab penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya bisa bermacam – macam, salah satunya adalah karena kebangkrutan ataupun kepailitan.

Ketika seorang penanggung pajak mengalami kebangkrutan, tak menutup kemungkinan ia memiliki hutang yang berasal dari berbagai sumber atau berbagai kreditur. Salah satu hutang tersebut adalah hutang pajak. Ketika mengalami pailit, biasanya aset – aset debitur akan dijual atau dilelang, dan digunakan untuk melunasi berbagai hutang yang dimiliki. Namun, biasanya pula hasil penjualan aset ini tidak bisa menutup semua hutang yang dimiliki.

Lalu bagaimanakah posisi negara sebagai kreditur dalam menagih utang pajak kepada penanggung pajak diantara kreditur lainnya ketika penanggung pajak mengalami kepailitan?

Disebutkan dalam beberapa peraturan perundang – undangan perpajakan, negara memiliki hak mendahulu untuk utang pajak atas barang – barang milik penanggung pajak. Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai hak mendahulu utang pajak adalah pasal 21 UU KUP dan pasal 19 UU nomor 19 tahun 2000 tentang Surat Paksa.

Apa itu hak mendahulu? Hak mendahulu dalam konteks penagihan pajak dapat diartikan sebagai hak khusus atau hak istimewa yang dimiliki negara terhadap barang – barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum.

Apabila penanggung pajak memiliki tunggakan pajak ketika ia pailit, maka karena adanya hak mendahulu ini, negara memiliki hak atas barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum lebih dahulu dari kreditur lainnya. Artinya, hutang – hutang terhadap kreditur lain baru bisa dilunasi setelah hutang pajak dilunasi hasil dari lelang tersebut. Hak mendahulu ini juga berlaku apabila ternyata barang milik penanggung pajak telah disita oleh pihak lain. Apabila dilakukan pelelangan, maka hasil lelang harus didahulukan untuk melunasi hutang pajak.

Selanjutnya mengenai ruang lingkup hak mendahulu. Disebutkan pada pasal 21 ayat (2) UU KUP, hak mendahulu hutang pajak meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta biaya penagihan pajak. Artinya, semua poin diatas harus diprioritaskan untuk dilunasi atas hasil lelang barang milik penanggung pajak.

Apakah hak mendahulu atas hutang pajak ini berlaku selamanya? Tentu tidak. Berdasarkan pasal 21 ayat 4 UU KUP,  hak mendahulu atas hutang pajak hilang setelah melampaui waktu lima tahun sejak tanggal terbitnya:

– Surat Tagihan Pajak (STP);

– Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

– SKPKB Tambahan (SKPKBT);

– SK Pembetulan;

– SK Keberatan;

– Putusan Banding;

– Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Jangka waktu 5 tahun diatas berubah apabila diterbitkan Surat Paksa atau diberikan persetujuan penundaan atau angsuran pembayaran pajak. Apabila terdapat kondisi tersebut, maka jangka waktu 5 tahun dihitung sejak surat paksa diberitahukan, sejak batas akhir penundaan, atau sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir.

Untuk memperjelas kedudukan negara dalam rangka penagihan hutang pajak, penjelasan pasal 21 ayat (1) UU KUP menyebutkan bahwa negara sebagai kreditur preferen dalam rangka menagih hutang pajak. Artinya, negara menjadi kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas dan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada jenis kreditur lain, yakni kreditur separatis dan konkuren.

Disebutkan pula pada pasal 21 ayat (3) UU KUP, hak mendahulu hutang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

– Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau tidak bergerak;

– Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau

– Biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan atau penyelesaian suatu warisan.

Akan tetapi perlu diperhatikan, terdapat berbagai hak mendahulu yang diatur pada UU lainnya yang memiliki kedudukan setara daripada UU KUP maupun UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Salah satu hak mendahulu tersebut terdapat pada pasal 95 ayat (4) UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan hak istimewa pada upah buruh yang belum dibayarkan apabila perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi.

Persoalan ini menimbulkan sengketa, karena ia sama – sama memiliki hak mendahulu dengan negara terhadap hutang pajak, dan sama – sama diatur pada Undang – Undang. Atas persengketaan ini, dihasilkan Putusan MK nomor 67/PUU-XI/2013 yang menegaskan bahwa pembayaran upah pekerja didahulukan atas semua jenis kreditur, termasuk kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk pemerintah. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembayaran upah buruh didahulukan daripada pembayaran hutang pajak.

Selain dari sengketa diatas yang telah diatur secara khusus melalui putusan MK, hutang pajak masih menjadi prioritas yang harus dilunasi penanggung pajak melebihi hutang lainnya. Untuk itu janganlah Anda sengaja menunda pembayaran hutang pajak Anda, karena tentu akan memberatkan apabila sampai menumpuk. Penuhi kewajiban pajak Anda dan jadilah Wajib Pajak yang taat. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version