in ,

Provisioner Grup Gelar Sosialisasi Peraturan Turunan UU HPP

Provisioner Grup Gelar Sosialisasi Peraturan Turunan UU HPP
FOTO : IST

Provisioner Grup Gelar Sosialisasi Peraturan Turunan UU HPP

Pajak.com, Jakarta – Untuk memberikan pemahaman kepada klien dan kolega, Provisioner Grup  gelar Sosialisasi Peraturan Turunan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terkait Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh).

Managing Partner Provisio Consulting Handy Kurniawan mengungkapkan, sosialisasi peraturan turunan UU HPP secara garis besar memberikan edukasi dan informasi terkait pemahaman peraturan turunan yang sedang hangat dibahas saat ini. Menurutnya, terdapat penyempurnaan dalam KUP melalui Peraturan Pemerintah (PP) 50 Tahun 2022, PPh dalam PP Nomor 55 Tahun 2022, serta PPN melalui PP 44 dan 49 Tahun 2022

“Dengan adanya sosialisasi dapat memperkaya khazanah atau memperdalam pemahaman peraturan perpajakan. Khususnya PPN tanggung renteng maupun BKP dan JKP strategis yang tidak memerlukan SKB lagi untuk dapat memperoleh fasilitas itu diatur dalam PP 44 dan 49. Kemudian, ada PP 50 mengenai aktivasi NIK sebagai NPWP. Dibahas pula terkait pajak atas natura, dimana ini sangat berpengaruh dalam pelaporan SPT OP dan SPT Badan,” ungkapnya, dikutip Pajak.com pada Selasa (01/02).

Dalam sambutannya, Kasubdit Penyuluhan Perpajakan DJP Inge Diana Rismawati menyampaikan bahwa tidak dapat dipungkiri hadirnya PP 44, PP 49, PP 50, dan PP 55 boleh dibilang agak terlambat, mengingat UU HPP diterbitkan pada Oktober 2021 silam.

“Proses untuk mengeluarkan suatu PP ternyata tidak mudah dan panjang, serta melalui diskusi dengan berbagai macam instansi, kementerian/lembaga yang memang berpengaruh dengan PP tersebut. Saya rasa hal ini bagus, dimana kami berupaya untuk berkolaborasi supaya tidak memberikan ketentuan yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya,” ujarnya.

Baca Juga  Syarat dan Jangka Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali Sengketa Pajak ke MA

Ia menambahkan, terbitnya PP tersebut kedepannya juga akan disusul dengan hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru.

“Mungkin ada sekitar 45 PMK yang akan terbit dari PP ini. Jadi, masih panjang perjalanannya,” tambahnya.

Inge melanjutkan bahwa dengan PP yang sudah ada tersebut sebetulnya ada banyak hal yang sudah bisa diterapkan oleh para Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, walaupun dalam beberapa hal teknis operasional membutuhkan peraturan turunan.

“Tapi kami sangat berharap dengan adanya sistem self assessment di Indonesia, Wajib Pajak dapat memahami apa yang ada dalam PP ini, kemudian mencoba menuangkan dalam pelaporan perpajakan berdasarkan hak dan kewajibannya,” imbuhnya.

Di sesi pertama, Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto menjelaskan tentang seluk beluk PP 50 Tahun 2022 yang mengatur secara rinci tentang ketentuan formal yang diturunkan UU HPP khususnya klister KUP. Salah satu latar belakangnya adalah untuk melaksanakan Pasal 44E ayat 1 terkait pemberian data dalam rangka integrasi basis data kependudukan dengan basis data perpajakan.

Arif mengatakan terdapat hal baru yang diatur dalam PP tersebut, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang ada di pasal 2.

“Hal yang paling pokok adalah memastikan Wajib Pajak log in di pajak.go.id sudah valid supaya bisa memperlancar dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak,” ujarnya.

Lalu, terkait Wajib Pajak melakukan wanprestasi sudah meminta penundaan angsuran sebuah ketetapan, tapi melakukan wanprestasi. Dimana DJP diberikan kewenangan untuk menagih dalam bentuk surat surat tagihan pajak. Hal baru lainnya berupa penunjukan lain sebagai pemotong pemungut di pasal 32A.

Baca Juga  IKAPRAMA dan IKPI Jaksel Gelar Bimtek Persiapan Hingga Tahapan Pelaporan SPT Badan

Materi lain yang disampaikan meliputi tentang pemeriksaan (pasal 18), pembetulan (pasal 37), imbalan bunga (pasal 44), kuasa Wajib Pajak dan rahasia jabatan (pasal 45-50), pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan (pasal 59-62), pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban elektronik (pasal 66 dan 67), pajak karbon, dan lainnya.

Sementara itu, Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggaeni memaparkan tentang PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang penyesuaian pengaturan di bidang PPh. Mulai dari biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, instrument pencegahan penghindaran pajak, penerapan perjanjian internasional di bidang perpajakan, dan lainnya.

“PP ini merupakan penyesuaian di bidang PPh, melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e tentang objek pajak, Pasal 4 ayat (3) tentang non-objek, Pasal 17 ayat (2e) tentang tarif WP Badan tertentu yaitu Perseroan Terbatas yang memperdagangkan saham di bursa efek, Pasal 32C UU PPh yang terdapat 28 poin,” paparnya.

Menariknya, ia juga menjelaskan tentang perlakuan pajak natura atau kenikmatan. Pasalnya, hingga kini aturan pelaksanaan mengenai pajak natura atau kenikmatan tersebut harus menunggu beleid pelaksanaannya berupa PMK.

“Masing-masing negara itu sistem pajak natura berbeda-beda. Di Indonesia sendiri natura adalah barang sifatnya tangible. Kemudian kenikmatan adalah fasilitas intangible. Dalam PP 55 sifatnya masih negative list, kita belum tahu PMK-nya,” jelasnya.

Adapun pemerintah menegecualikan pengenaan PPh atas beberapa kelompok natura. Pertama, makanan, minuman, bahan makanan, bahan minuman bagi seluruh pegawai. Kedua, natura atau kenikmatan di daerah tertentu. Ketiga, natura atau kenikmatan untuk kehatusan pekerjaan. Keempat, natura atau kenikmatan dari APBN/APBD. Kelima, natura atau kenikmatan dengan jenis atau batasan tertentu.

Baca Juga  Sri Mulyani Apresiasi Wajib Pajak yang Telah Lapor SPT

Di sesi kedua menghadirkan Penyuluh Pajak DJP lainnya yaitu Eko Ariyanto, Giyarso, Bima Pradana Putra, dan Muhammad Iqbal Rahadian Syaefudin yang menjelaskan PP Nomor 44 dan 49 Tahun 2022 tentang PPN.

Eko Ariyanto menyebutkan bahwa PP 44 dan 49 secara aturan lebih tebal, namun secara pengaturan paling kompleks.

“Karena kalau kita bicara PP 44 nanti akan bicara bagaimana ada PP 1 Tahun 2012 dan PP 9 Tahun 2021. Tapi untuk PP 49 nanti minimal terdapat 4 PP akan terimbas di dalamnya atau istilahnya aturan terdampak,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Managing Director Pro Visioner Konsultindo Widigdya Sukma Gitaya mengatakan bahwa acara sosialisasi tersebut dihadiri sekitar 186 peserta yang terdiri dari klien, beberapa undangan, serta perwakilan dari civitas akademika.

“Acara sosialisasi ini rutin kita laksanakan. Kedepan, setelah terbit PMK yang berjumlah sekitar 45 tersebut, mungkin kita akan mengadakan hal serupa,” pungkasnya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *