in ,

Pro Visioner Konsultindo Ungkap Kunci Peningkatan Investasi Asing di Indonesia

Pro Visioner Konsultindo
FOTO: IST

Pro Visioner Konsultindo Ungkap Kunci Peningkatan Investasi Asing di Indonesia

Pajak.com, Jakarta – Indonesia terus berupaya memperkuat daya tariknya sebagai tujuan investasi asing melalui kebijakan dan insentif pajak yang kompetitif. Namun, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi untuk benar-benar bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia. Associate Manager Divisi Transfer Pricing PT Pro Visioner Konsultindo Rikky Adiwijaya, mengungkapkan sejumlah fakta, tantangan, dan solusi terkait arsitektur kebijakan perpajakan Indonesia.

Rikky menjelaskan bahwa dibandingkan Vietnam, Indonesia memiliki tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan yang lebih tinggi, yaitu 22 persen dibandingkan dengan 20 persen di Vietnam. Vietnam juga menawarkan insentif besar untuk sektor teknologi, manufaktur, dan energi terbarukan, didukung oleh regulasi yang stabil serta pemerintah yang aktif memfasilitasi investasi asing. Sebaliknya, proses perizinan di Indonesia masih perlu disederhanakan, dan untuk infrastruktur kawasan investasinya masih perlu lebih kompetitif.

“Indonesia memiliki kebijakan pajak yang menarik, tetapi masih terdapat kelemahan yang menurunkan daya saingnya dibandingkan dengan Vietnam dan Malaysia,” kata Rikky kepada Pajak.com, dikutip pada Selasa (14/1/2025).

Menurut Rikky, Malaysia menjadi pesaing lain dengan struktur pajak yang lebih sederhana dan ramah investasi. Negara ini memberikan insentif menarik untuk sektor teknologi tinggi, kesehatan, dan energi hijau. Selain itu, infrastruktur kawasan industrinya lebih baik dibandingkan Indonesia. Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi tantangan ketidakpastian hukum yang menghambat investasi, serta ketergantungan pada sektor berbasis sumber daya alam. Sebagai perbandingan, Malaysia lebih fokus pada sektor bernilai tambah tinggi.

Rikky menguraikan empat hal yang perlu dilakukan Indonesia dalam menguatkan kebijakan investasi. Pertama, birokrasi yang sederhana agar tidak menghambat investasi. Proses perizinan dan pemberian insentif dipercepat dengan didukung oleh sistem digitalisasi yang optimal. Kedua, kepastian hukum atas kebijakan yang berubah dan perlu transisi yang jelas, serta jaminan perlindungan hukum bagi investor.

Kemudian, ketiga, fokus pada insentif yang lebih banyak diarahkan ke sektor teknologi dan digital yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dibandingkan sektor sumber daya alam. Keempat, infrastruktur kawasan investasi di beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) perlu lebih mendukung kebutuhan investasi skala besar.

“Untuk meningkatkan daya saing, penyederhanaan regulasi dan percepatan proses perizinan menjadi langkah utama yang harus dilakukan melalui integrasi digital. Pemerintah juga perlu menjamin stabilitas kebijakan dengan melibatkan investor dalam proses pembuatan regulasi. Kemudian, memprioritaskan insentif untuk sektor teknologi, energi terbarukan, dan kesehatan menjadi langkah strategis guna menarik investasi berkualitas. Selain itu, peningkatan standar infrastruktur di KEK menjadi penting agar kawasan tersebut dapat bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia,” urai Rikky.

Baca Juga  Setoran Pajak Anjlok 30,19 Persen Hanya Capai Rp187,8 Triliun, Imbas “Core Tax Error”?

Kendala Utama Implementasi Insentif Pajak di Indonesia

Rikky juga menjelaskan bahwa implementasi insentif pajak di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang mengurangi efektivitasnya dalam menarik investasi. Proses birokrasi yang kompleks menjadi salah satu kendala utama. Pengajuan insentif seperti tax holiday atau tax allowance sering kali melibatkan banyak tahapan administrasi yang memakan waktu.

Selain itu, perlunya koordinasi antara instansi pusat seperti Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan pemerintah daerah untuk mempercepat pelaksanaan insentif tersebut. “Ketidaksinkronan antara instansi pusat (Kementerian Keuangan, BKPM) dan daerah menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan insentif,” jelas Rikky.

Lebih lanjut, Rikky menjelaskan beberapa kasus sengketa, seperti insentif yang tidak diberikan sesuai perjanjian awal, dapat mengurangi kepercayaan investor. Di sisi lain, kurangnya sosialisasi juga menjadi hambatan signifikan.

“Informasi terkait insentif pajak perlu disampaikan dengan baik, terutama kepada pelaku usaha kecil menengah dan investor asing yang merasa kesulitan memahami regulasi yang teknis dan tidak mudah dipahami,” kata Rikky.

Selain itu, Rikky bilang, beberapa KEK yang dirancang untuk menarik investasi masih memerlukan fasilitas pendukung seperti transportasi, utilitas, dan akses yang memadai. Selain itu, perlu dukungan kompetensi sumber daya manusia andal untuk menangani proses perpajakan dan insentif, serta perbedaan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah yang sering kali tidak sinkron, sehingga menyulitkan investor yang beroperasi di berbagai wilayah.

“Aparat yang mengelola proses perpajakan dan insentif belum memiliki kapasitas yang memadai,” imbuh Rikky.

Rikky menambahkan, pemerintah perlu menyederhanakan prosedur melalui platform digital yang terpadu dan memperkuat layanan one-stop service di BKPM guna mengurangi interaksi lintas instansi. Konsistensi dalam regulasi juga harus dijaga dengan perencanaan kebijakan jangka panjang dan dokumen pengikat yang menjamin hak investor.

Selanjutnya, perlu adanya pemberian pelatihan bagi aparat perpajakan dan pejabat daerah untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap regulasi, serta menyediakan panduan yang transparan dalam berbagai bahasa untuk investor. Selain itu, percepatan pembangunan infrastruktur di kawasan prioritas, khususnya KEK, menjadi langkah penting untuk mendukung keberhasilan implementasi insentif pajak di Indonesia.

Baca Juga  DJP: 273 Ribu Wajib Pajak Berhasil Terbitkan Faktur Pajak per 24 Februari 2025

Insentif Pajak, Kunci Strategis Peningkatan Investasi Asing di Indonesia

Rikky menjelaskan bahwa insentif pajak memegang peran penting dalam mendorong investasi asing di sektor prioritas seperti manufaktur, digital, dan energi terbarukan. Dalam sektor manufaktur, insentif seperti tax holiday dan tax allowance telah berhasil menarik investasi asing, terutama di bidang elektronik, otomotif, dan petrokimia. Contoh nyata dapat dilihat dari investasi Jepang dan Korea Selatan dalam proyek kendaraan listrik dan baterai di kawasan Morowali dan Batang Industrial Estate.

“Sektor manufaktur menyumbang sekitar 20 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia, sebagian besar didukung oleh investasi asing yang difasilitasi melalui insentif,” jelas Rikky.

Di sektor digital, pengurangan pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) telah menarik perhatian perusahaan global seperti Google, Microsoft, dan Amazon Web Services. Investasi ini tidak hanya memperkuat infrastruktur digital, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekosistem startup lokal.

Sementara itu, di sektor energi terbarukan, kebijakan seperti pembebasan bea masuk untuk peralatan energi hijau dan pengurangan pajak penghasilan telah memicu investasi proyek energi surya, angin, dan panas bumi. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar dari investor Uni Eropa dan Jepang menjadi salah satu contohnya.

Meski insentif ini efektif, berbagai tantangan masih menghambat optimalisasi manfaatnya. Namun, dukungan dari KEK, yang menawarkan kombinasi insentif fiskal dan non-fiskal, telah memberikan daya tarik tambahan bagi investor.

Dampak nyata dari insentif pajak terlihat pada sektor manufaktur yang berhasil meningkatkan investasi, khususnya dalam produksi kendaraan listrik. Di sektor digital, pertumbuhan ekosistem startup dan kehadiran pusat data global mulai terasa. Meski realisasi investasi di sektor energi terbarukan masih dalam tahap awal, potensinya tetap besar jika didukung kebijakan yang lebih matang dan infrastruktur yang memadai.

Insentif Pajak Tingkatkan Daya Saing Perusahaan di Pasar Indonesia dan Global

Selain dapat menarik investor asing, insentif pajak berperan signifikan dalam meningkatkan daya saing perusahaan, baik di pasar Indonesia maupun global. Rikky menjelaskan bahwa insentif ini tidak hanya mengurangi beban biaya, tetapi juga mendorong perusahaan untuk berinovasi, meningkatkan investasi, dan memperluas pasar.

Baca Juga  Kanwil DJP Jakarta Utara Sita Aset Wajib Pajak Nakal, Kerugian Negara Capai Rp2,03 M

Salah satu manfaat utama adalah pengurangan beban pajak melalui kebijakan seperti tax holiday dan tax allowance. Hal ini meningkatkan likuiditas perusahaan, sehingga sumber daya dapat dialokasikan untuk investasi produktif seperti riset dan pengembangan, peningkatan kapasitas produksi, atau pengembangan produk baru. Dengan pengurangan biaya operasional, margin keuntungan perusahaan meningkat dan daya saing di pasar menjadi lebih kuat.

“Insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance memberikan pengurangan beban pajak yang signifikan, yang pada gilirannya meningkatkan likuiditas perusahaan,” jelasnya.

Menurut Rikky, insentif pajak juga menjadi pendorong utama bagi investasi dalam riset dan pengembangan (R&D). Perusahaan yang memanfaatkan insentif ini dapat mengembangkan produk baru dan teknologi yang lebih efisien, sehingga lebih kompetitif di pasar global. Selain itu, insentif untuk teknologi hijau dan energi terbarukan meningkatkan reputasi perusahaan di pasar internasional yang semakin peduli dengan keberlanjutan.

Di sisi lain, insentif pajak mendukung ekspansi dan diversifikasi pasar perusahaan. Dengan dukungan finansial yang diperoleh, perusahaan mampu membuka cabang atau fasilitas produksi baru, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Mereka juga dapat meningkatkan kapasitas produksi untuk menawarkan lebih banyak produk kepada konsumen.

Selain manfaat langsung, insentif pajak juga meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata investor dan lembaga keuangan, mempermudah akses pembiayaan, serta membuka peluang kemitraan strategis dengan perusahaan global. Perusahaan yang memanfaatkan insentif ini sering dianggap lebih stabil dan memiliki prospek pertumbuhan yang menjanjikan.

Terakhir, insentif pajak untuk pelatihan dan pengembangan SDM memungkinkan perusahaan meningkatkan kualitas tenaga kerja. Dengan tenaga kerja yang lebih terampil dan bersertifikasi, produktivitas perusahaan meningkat, dan daya saing di pasar global semakin kuat.

Secara keseluruhan, insentif pajak yang diterapkan secara efektif memberikan dampak positif terhadap daya saing perusahaan di berbagai sektor. “Dengan mengoptimalkan kebijakan pajak, perusahaan-perusahaan ini berhasil meningkatkan daya saing di pasar Indonesia dan global, yang memungkinkan mereka untuk berkembang secara berkelanjutan dan menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *