in ,

Perbedaan Pajak Pinjol Legal dan Ilegal

Perbedaan Pajak Pinjol
FOTO: IST

Memasuki era digital yang semakin berkembang pesat, masyarakat berusaha mengimbangi kecepatan perkembangannya yang bersifat eksponensial. Masyarakat berusaha mengadopsi teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam aktivitas ekonomi. Dengan hadirnya era digital, aktivitas perekonomian pun bergeser ke arah digital. Kehadiran marketplace, fintech, hingga aset digital merupakan hasil dari bergesernya perekonomian konvensional menjadi perekonomian digital.

Menghadapi pergeseran tersebut, DJP pun berusaha memperluas basis pajak atas aktivitas ekonomi digital. Beberapa langkah yang telah dilakukan sebelumnya adalah pemajakan PPN atas perdagangan melalui sarana elektronik (PMSE), dimana DJP menunjuk para pelaku PMSE untuk memungut PPN, Amazon contohnya. Diundangkannya UU HPP, menghadirkan berbagai mekanisme baru pemajakan atas transaksi digital, salah satunya adalah mekanisme pemotongan PPh pasal 23 atas penghasilan dari layanan peer to peer lending melalui platform fintech atau pinjaman online (pinjol).

Baca Juga  Sri Mulyani: Sekitar 40 Ribu Pegawai DJP Sedang Dilatih Operasikan “Core Tax”

Mekanisme pemotongan PPh pasal 23 dan pemungutan PPN atas jasa pinjol ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 69 tahun 2022. Pada aturan tersebut, disebutkan tiga pelaku jasa layanan pinjol, yakni pemberi pinjaman, penerima pinjaman, serta penyelenggara layanan pinjam meminjam. Pemberi pinjaman adalah pihak yang meminjamkan dana melalui aplikasi fintech untuk digunakan oleh penerima pinjaman. Penerima pinjaman adalah pihak yang meminjam dana melalui aplikasi fintech. Sedangkan penyelenggara layanan pinjam meminjam adalah pihak yang menyediakan media berupa aplikasi fintech untuk menyalurkan dana pinjaman dari pemberi pinjaman ke penerima pinjaman.

Dalam aktivitas pinjam meminjam melalui aplikasi fintech tersebut, pemberi pinjaman nantinya akan menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman melalui penyelenggara layanan pinjam meminjam dengan tarif tertentu. Bunga pinjaman ini, sebagaimana pula diatur dalam UU PPh harus dilakukan pemotonga PPh oleh penyelenggara layanan pinjam meminjam. Bunga pinjaman akan dipotong PPh pasal 23 dengan tarif 15% atas jumlah bruto apabila pemberi pinjaman merupakan subjek pajak dalam negeri atau BUT, sedangkan apabila pemberi pinjaman merupakan subjek pajak luar negeri dikenakan pemotongan PPh pasal 26 dengan tarif 20% atas jumlah brutonya.

Baca Juga  MK Gelar Uji Materiil Pajak Hiburan yang Diajukan Pengusaha Karaoke

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *