in ,

Menilik Urgensi Evaluasi Belanja Perpajakan

Dalam peraturan terbaru perpajakan, yakni UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, masih terdapat belanja perpajakan yang diberikan dalam rangka mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi. Belanja perpajakan berupa insentif ini diantaranya adalah batasan omzet Rp 500 juta per tahun untuk wajib pajak UMKM supaya tidak dikenai PPh.

Berbagai fasilitas yang diberikan melalui belanja perpajakan tersebut menjadi cara bagi pemerintah untuk menunjukkan kepedulian dan keberpihakan pemerintah terhadap perkembangan usaha kecil serta pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Dalam menyelenggarakan belanja perpajakan, pemerintah merangkumnya dalam Laporan Belanja Perpajakan atau Tax Expenditure Report tahunan. Laporan ini dibuat untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam rangka menyelenggarakan belanja perpajakan.

Baca Juga  Tokopedia Sediakan Fitur Pembayaran atas SPT Kurang Bayar

Kedepannya, pemerintah perlu melakukan evaluasi terus menerus supaya belanja perpajakan yang diberikan bisa efektif dan optimal, terutama untuk mendukung penyerapan tenaga kerja dan investasi. Evaluasi berkala untuk belanja perpajakan UMKM perlu dilakukan, terutama karena besarnya porsi belanja yang dikeluarkan untuk UMKM. Belanja untuk UMKM yang target utamanya untuk memperluas basis pajak dari sektor UMKM sebagai kontributor terbesar perekonomian, harus diimbangi dengan upaya pembinaan UMKM untuk dapat mampu menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak UMKM. Sehingga dalam jangka panjang, belanja perpajakan yang selama ini dikeluarkan untuk UMKM dapat membuahkan hasil yang baik.

Evaluasi untuk belanja PPN juga perlu dikaji terus menerus, terutama karena insentif jenis PPN mencapai 65% dari total estimasi belanja perpajakan. Kinerja PPN Indonesia menurut data Kemenkeu, yang didapat dari nilai C-efficiency atau kinerja pungutan PPN terhadap rasio PDB juga hanya sebesar 63,58% per 2018 lalu. Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah hanya bisa mengumpulkan penerimaan PPN sebesar 63,58% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut dari konsumsi barang dan jasa.

Baca Juga  Syarat Mengajukan Surat Keterangan Sengketa Pajak

Dengan berlakunya UU HPP, kinerja PPN diharapkan dapat ditingkatkan. Melalui kenaikan tarif PPN 11%, pengurangan negative list, dan berbagai peraturan lain terkait pelaksanaan PPN di Indonesia, porsi belanja perpajakan dalam jumlah besar yang selama ini dikeluarkan untuk PPN diharapkan dapat tergantikan oleh kenaikan kinerja PPN. Banyaknya fasilitas PPN yang selama ini diberikan memang menyebabkan distorsi dan ketimpangan kontribusi sektor usaha, sehingga kedepannya perlu dievaluasi lebih lanjut.

 

* Penulis Adalah Mahasiswa PKN STAN, Jurusan D-III Perpajakan

* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Baca Juga  Peringati HUT Kota Malang, Bapenda Gelar Program Pemutihan Pajak

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *