in ,

Menilik Manfaat Pajak Melalui Earmarking Tax

Earmarking Tax
FOTO: IST

Selama ini, masyarakat mungkin telah mengetahui bahwa pajak memiliki fungsi umum berupa regulerend dan budgetair. Regulerend artinya pajak digunakan sebagai instrumen atau alat dalam mengatur kegiatan sosial ekonomi di Indonesia, dan budgetair artinya pajak digunakan sebagai alat untuk memungut uang dari masyarakat demi membiayai belanja dan pengeluaran pemerintah. Kedua fungsi tersebut mungkin tak dapat dilihat langsung oleh masyarakat kemana dan apa manfaatnya, karena sifatnya tidak memberikan imbalan langsung. Namun, ada jenis pajak yang secara khusus digunakan untuk membiayai pengeluaran tertentu, sehingga masyarakat dapat melihat hasilnya. Jenis pajak ini biasa disebut earmarking tax, dan dapat ditemukan pada pajak daerah. Lalu, apa itu earmarking tax?

Baca Juga  Syarat dan Prosedur Ajukan Permohonan Penghentian Penyidikan Pajak 

International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) dalam International Tax Glossarynya (2015) mendefinisikan earmarked tax sebagai pajak yang mengacu pada peningkatan pendapatan dari sumber tertentu dan mendedikasikannya untuk pengeluaran publik tertentu. Sedangkan menurut Tax Foundation (1965), earmarking tax adalah alat untuk menghubungkan pendapatan dari pajak tertentu dengan pembiayaan fungsi pemerintahan tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa earmarking tax adalah pajak yang digunakan untuk tujuan tertentu dan membiayai pengeluaran tertentu.

Di Indonesia, earmarking tax diatur dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang terakhir dicabut dicabut dengan UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut istilah earmarking, setidaknya terdapat 3 jenis earmarking tax yang diatur dalam UU PDRD. Ketiganya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak rokok, serta Pajak Penerangan Jalan (PPJ).

Baca Juga  Pemkab Tangerang Pasang Stiker bagi Restoran Penunggak Pajak

Di pasal 8 ayat (5), disebutkan bahwa hasil penerimaan PKB harus dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum paling sedikit 10%. Hal ini dikarenakan penggunaan kendaraan bermotor secara gradual akan merusak jalanan. Sehingga, PKB diterapkan untuk para pengguna kendaraan bermotor pribadi secara progresif demi pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan, dan juga penyediaan transportasi umum.

Kemudian di pasal 31, penerimaan pajak rokok harus dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Konsumsi rokok oleh masyarakat dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi dirinya dan sekitarnya. Sehingga, pajak rokok dipungut demi mendanai pelayanan kesehatan masyarakat, yang nantinya dapat membantu masyarakat dengan masalah kesehatan yang tak hanya disebabkan akibat konsumsi rokok saja.

Baca Juga  Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jaksus Capai Rp 53,57 T

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *